A. Filsafat Alam
Pada periode pertama munculnya
filsafat (disekitar abad ke-7 S.M.) di yunani muncul para pemikir yang dijuluki
filsuf alam. Kenapa mereka dijuluki seperti itu? ini karena kajian pokok mereka
adalah untuk mengerti dan memahami asal usul alam, atau lebih konkretnya,
darimana dunia ini berasal. Beberapa orang dalam sejarah tercata sebagai
seorang filsuf alam, orang-orang ini sendiri pantas disebut sebagai orang radikal,
karena mereka adalah orang-orang pertama yang berani melepaskan diri dari
kungkungan mitologi tentang asal-usul dunia yang diajarkan nenek moyang mereka
dan mencari dasar sendiri untuk mamahami alam ini. Beberapa orang yang menjadi
filsuf alam antara lain:
1.
Thales
(625-545 SM/624-546 SM)
Thales adalah orang pertama yang
diketahui melakukan proses berfikir dengan cara berfilsafat (atau setidaknya
sejarah mencatat seperti itu). Thales adalah orang pertama yang menolak untuk
tunduk pada mitologi nenek moyang, sekaligus orang pertama yang berani
menanyakan dari mana asal muasal dunia ini hingga ada.
Thales menawarkan pola pikir yang
mengatakan bahwa Air adalah asal usul dari dunia ini. Pernyataanya ini
berlanjut dengan mengatakan bahwa bumi (dunia) ini sendiri terapung di atas
air. Ini dapat diperolehnya dengan menerapkan pertanyaan tentang dari mana
alam ini berasal? dan Apa yang menjadi penyebab penghabisan dari segala
yang ada? Thales mengatakan bahwa unsur terpenting untuk setiap kehidupan
adalah air. Tentu saja, karena semua mahluk hidup butuh air, bahkan tanah akan
mengalami kekeringan jika tidak ada air, dan kebanyakan mahluk hidup akan mati
dalam situasi seperti itu. Premis ini akan menjadikan air sebagai asal dari
segala sesuatu karena tanpa air segala sesuatu dapat dikatakan “akan mati”, dan
itu (ketiadaan air) pastinya akan menjadi penyebab penghabisan dari segala yang
ada. Air dapat berubah menjadi gas seprti uap dan benda padat seperti es,
sederhanyanya, air dapat menjadi apa saja.
2.
Anaximander
(610-547 SM)
Anaximander juga merupakan salah
satu dari filsuf alam. Anaximander memiliki pandangan yang berbeda dengan
Thales yang mengatakan Air adalah asal dari kehidupan. Pendapat
Anaximander mengatakan bahwa hanya ada satu asal dari semua yang ada, dan itu
haruslah bersifat tidak terbatas. Ini menjadi sebuah antitesis dari Anaximander
untuk Thales. Karena pertanyaannya adalah, Bagaimana air dapat berubah menjadi api? Maka
diambillah kesimpulan bahwa air memiliki batasan. Sedang asal muasal itu
haruslah memiliki ruang lingkup tidak terbatas, dan dapat bergerak. Selain itu,
materi asal ini haruslah tidak dapat dilihat atau dirasakan dengan indra,
tetapi hanya dapat dirasakan dan dicari dengan pikiran.
Oleh Anaximander materi asal itu
diberi nama Apeiron. Apeiron sendiri adalah zat yang memiliki
sifat-sifat seperti Om sebutkan sebelumnya, yaitu tidak terhingga, tidak
terbatas, tidak dapat dicari wujudnya, dan tidak mungkin sama dengan apapun.
Segala yang terlihat sebagai sesuatu yang nyata (dapat dirasakan oleh indra
manusia) dianggap memiliki akhir, sehingga masih dapat diukur dan memiliki
batasannya. Karena itu, materi asal ini mustahil akan muncul dari salah satu
dari segalamacam hal yang memiliki akhir dan keterbatasan itu.
3.
Anaximenes
(585 – 494 SM)
Lain lagi dengan Anaximenes, dia
mengatakan bahwa Udara adalah asal mula dari alam ini. Karena
pertanyaannya, Bagaimana mungkin
sesuatu yang bahkan tidak ada (dan hanya dapat dicari dalam pikiran) dapat
menjadi asal mula segalanya? Maka bukankah itu udara? Karena
menurut Anaximenes, padamulanya segala sesuatu adalah udara, kemudian terjadi
pemadatan dan pengenceran terhadap udara ini. udara yang memadat berubah
menjadi angina, air, tanah dan batu. Sedang udara yang mengencer berubah
menjadi api.
Sebagai kesimpulan ajarannya,
Anaximenes mengatakan: “Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari pada
udara, menyatakan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu.”
Pada titik inilah pemahaman tentang jiwa
pertama kali masuk dalam pemikiran filsafat. Walaupun Anaximenes sendiri tidak
mengkaji lebih lanjut pemikirannya tentang jiwa ini.
Ketiga filsuf inilah (Thales, Anaximander dan Anaximenes)
yang kemudian dikenal sebagai The Milesians, karena ketiganya berasal
dari daerah Miletus di Yunani. Selain itu, mereka juga adalah orang-orang yang
mazhab filsafat yang pertama yaitu filsafat alam. Dari mazhab ini muncul
beberapa pokok pemikiran atau garis besar cara berpikir yang kedepannya menjadi
acuan bagi tradisi keilmuan Barat, yaitu:
a. keinginan untuk penjelasan yang
sederhana atas sebuah masalah
- Penekanan pada pengamatan untuk mendukung teori keterikatan pada naturalisme (pandangan bahwa suatu fenomena alam haruslah dijelaskan dengan fenomena alam yang lain), dan
- Monisme (pandangan bahwa pada hakikatnya terdapat hanya satu unsur dasar bagi segala sesuatu).
4.
Pythagoras
(572 – 500 S.M.)
Sekarang kita berpindah dari daerah
Miletus ke Kepulauan Samos, masih di Yunani. Disini terdapat seorang filsuf
yang juga cukup terkenal yaitu Pythagoras. Om rasa kalian sudah kenal nama ini
(apalagi yang belajar matematika lanjutan tentunya). Pythagoras adalah seroang
pemikir yang menaljutkan pemikiran Milesia, namun agak berdeda, disini
Pythagoras tidak mencari hakikat asal muasal alam dari material tertentu. Tapi
dia malah mengatakan hal yang cukup menarik, yaitu segala sesuatu yang ada
hakitkanya adalah angka.
Dia beranggapan bahwa batasan suatu
benda dari benda lain adalah angka, karena itu segala sesuatu haruslan
ditentukan dengan bilangan, atau sederhananya, realita haruslah dapat diukur
dengan angka dan dalam perhitungan rumus matematis. Pengaruh dari pemikiran
filsafat Pythagoras ini begitu besar hingga mampu bertahan selama 400 tahun.
Bahkan salah satu yang terkena pengaruhnya adalah Plato, yang nantinya menjadi
salah satu filsuf aliran klasik yang memiliki nama besar.
5.
Heraclitos
(470 SM)
Heraclitos adalah seorang filsuf
yang berpendapat bahwa arche (unsur dasar dari alam semesta) adalah api.
Ini sebagai jawaban Heraclitos tentang hubungan antara yang ters berubah (sebagaimana
yang dirasakan indra) dengan yang tetap (sebagaimana yang dapat dipikirkan).
Karena itu, api dianggapnya sebagai lambing dari sesuatu yang terus berubah
sekaligus memiliki sifat tetap. Ini berhubungan dengan pendapatnya bahwa dunia
harus ditafsirkan berdasarkan prosesnya, bukan bendanya. Dan api sebagai unsur
dasar dari dunia, mampu menjadi medium untuk segala proses itu. Karena menurut
Heraclitos, di dalam apilah segala sesuatu dapat berubah. Dari pandangan ini
Heraclitos menarik kesimpulan bahwa realitas bukan terdiri dari sejumlah benda,
tetapi merupakan proses dari penciptaan dan pemusnahan yang terus menerus.
Untuk memahami itu, contohnya adalah seseorang yang melangkah di sungai yang
mengalir pasti tidak sedang melangkah di air yang sama. Karena itu, menurut
Heraclitor segala sesuatu yang ada mengalami perubahan, kecuali perubahan itu
sendiri.
Pemikiran lain dari Heraclitos
adalah konsepsinya tentang Logos. Logos adalah sebuah logika yang
mengatur perubahan menjadi sebuah fenomena yang tidak bersifat arbitrer
melainkan rasional (masuk akal). Logos ini sendiri tidak dapat diamati. Konsep
logos ini sendiri nantinya sangat berpengaruh bagi pandangan filsafat Plato.
6.
Permanides
(515-440 S.M.)
“Ada adalah ada. Tidak ada adalah
tidak ada.”
Kalimat itu adalah tesis yang dikemukakan oleh Permanides, seorang filsuf yang
berasal dari Elia. Permanides adalah orang pertama yang memikirkan tentang
hakikat realitas. Menurutnya ada hanyalah ada selama dia nyata, dan dapat
dipikirkan. Karena tidak mungkin kita memikirkan sesuatu yang tidak ada. Tidak
mungkin juga yang ada menghilang ke tempat yang tidak ada. Karena itu, yang ada
(nyata) itu haruslah bersifat satu, umum, tetap, dan tidak dapat dibagi-bagi.
Lebih jauh lagi, konsep yang ditawarkan Permanides ini membawa kita pada
kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu yang bergerak. Karena gerak akan
mengakibatkan proses berpindahnya sesuatu yang ada menjusu tidak ada.
Bagi Permanides, perubahan berarti kemunculan dari sesuatu yang baru, sedang
sesuatu yang baru itu harusnya tidak ada sebelumnya; karena hal yang tidak ada
sebelumnya seharusnya tetap tidak ada karena tidak bisa dipikirkan, karena itu
perubahan tidak akan pernah ada. Ini merupakan kebenaran logika yang
dikemukakan oleh Permanides. Pemikiran inilah yang kedepannya menjadi bibit
dari rasionalisme.
7.
Demokritos
(420 SM)
Demokritos berasal dari Abdera. Dia
adalah orang yang mengatakan bahwa dunia tersusun dari benda-benda yang disusun
oleh sekelompok atom. Pandangan filsafatnya ini sejalan dengan pendapat filsuf
lainnya, yaitu Leucippus. Menurut Leucippus, atom ialah partikel kecil materi
yang dipisahkan satu sama lain oleh kehampaan, atom-atom bergerak oleh
keniscayaan. Karena itu, sesuatu yang misterius dibalik yang tampak adalah
sejumlah atom yang tak terbatas. Atom-atom yang tidak dapat ditembus dan tidak
dapat berubah komposisinya. Atom hanya berada dalam bentuk dan susunan. Semua
perubahan yang dilihat indra disebabkan oleh pengelompokan atom-atom primer.
Kesamaan pandangan ini membuat mereka berdua (Demokritos dan Leucippun)
dikatakan sebagai seorang atomist.
Pandangan filsafat Demokritos ini
berlandas pada pemahaman bahwa dunia memang harus tersusun oleh sesuatu yang
tetap, tak dapat dibagi, dan abadi. Oleh Demokritos, sesuatu itu diberi nama Atom
yang artinya “tak dapat dibagi”. Atom dianggap sebagai materi dasar dari
segala yang ada. Atom digambarkan memiliki bentuk yang beraneka ragam, sebagian
bulat mulus, sebagian lagi tak beraturan dan memiliki gerigi. Kemudian
atom-atom itu saling mengait karena proses kebetulan semata, ini karena
Demokritos tidak mempercayai ada kekuatan dari dunia linear atau jiwa yang
berperan dan ikut campur dalam proses penciptaan. Setelah salaing mengait
itulah atom-atom membentuk wujud lain seperti manusia, pohon, meja, dan lain-lain.
Kemudian tentang jiwa, Demokritos mengatakan jiwa terdiri dari atom yang paling
bulat dan halus, sehingga tidak dapat mengait atom lainnya untuk berubah
bentuk. Realitas sendiri dipahami oleh jiwa dan pikiran karena benda-benda di
dunia realita melepaskan gambar (dalam bentuk atom) yang bentuknya sama dengan
bendanya.
A.
Filsafat
Klasik
Setelah membahas tentang alam atau
aspek keduniaan, pada periode filsafat klasik ini kajian filsafat sudah mulai
melebar. Filsafat tidak hanya terfokus pada darimana dunia berasal atau jiwa
atau proses perubahan terjadi. Di sini, filsafat mulai menyentuh ranah sosial.
Ada beberapa orang yang tercatat dalam periode klasik ini, antara lain:
1.
Socrates
(470 – 400 S.M.)
Socrates adalah generasi pertama
dari 3 pemikir besar filsafat Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles.
Sumbangan pemikiran filsafatnya adalah untuk menyelidiki manusia secara
menyeluruh, yaitu dengan tidak memisahkan antara nilai-nilai jasmaniah dan
rohaniah. Karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dapat
dihasilkan. Metode yang diterapkan oleh Socrates adalah metode dialektik, yaitu
berdiskusi panjang untuk mencapai suatu kebenaran. Hal ini juga yang membuatnya
dibenci oleh kau sofis pada masa itu karena dianggap melecehkan mereka, karena
pada kenyataannya, kebenaran yang dicari Socrates sangat sulit ditemukan karena
tidak ada yang mampu sampai pada pemikiran Yang mana yang benar. Pada
akhirnya, pada tahun 399 S.M. saat umurnya sekitar 70 tahun, Socrates dihukum
mati dengan meminum racun atas pengadilan yang dijatuhkan pada dirinya karena
dianggap menyebarkan ajaran yang merusak moral dan menentang kepercayaan Negara
kepada para pemuda.
2.
Plato
(428 – 348 S.M.)
Plato sendiri lahir dengan nama asli
Aristocles. Dia adalah murid dari Socrates, dan beberapa filsuf lain yang juga
mempengaruhinya adalah Pythagoras, Heraclitos, dan Elia. Plato memulai
pemikiran filsafatnya dengan membahas mana yang benar, yang berubah-ubah
(Heraclitos) atau yang tetap (Permanides). Untuk itu, Plato membagi dunia
menjadi dua, yaitu dunia pengalaman (dunia nyata) yang bersifat tidak tetap,
dan dunia ide (dunia linear) yang bersifat tetap. Lebih jauh lagi, pendapat
Plato mengatakan bahwa yang benar adalah dunia ide, sedang dunia pengalaman
hanyalan tiruan dari dunia ide tersebut. Dalam ajarannya Plato menyatakan bahwa
kenyataan hanyalan proyeksi atau tiruan dari apa yang ada di dunia ide, karena
itu, yang nyata hanyalah ide itu sendiri. Salah satu hal menarik dari konsep
dunia ide yang dikemukakan oleh Plato ini adalah pernyataan bahwa segala
sesuatu adalah sempurna jika dia masih berada di dunia ide.
Sebagai puncak pemikiran
filsafatnya, Plato mengemukakan pemikiran tentang Negara. Menurut Plato, di
dalam sebuah Negara yang ideal terdapat tiga gologan yaitu: (1) Gologan
tertinggi, yang terdiri dari penjaga dan para filsuf; (2) Golongan pembantu,
yang terdiri dari prajurit dan (3) Golongan rakyat biasa. Lebih lanjut Plato
mengatakan bahwa seorang negarawan bertugas untuk menciptakan keselarasan semua
keahlian dalam Negara (polis) sehingga tercipta sebuah keharmonisan. Apabila
suatu Negara sudah memiliki peraturan dasar untuk dirinya maka pemerintahan
terbaik adalah monarki (pemerintahan oleh satu orang, untuk kepentingan banyak
orang), sedang jika suatu Negara belum memiliki peraturan dasar untuk dirinya,
maka bentuk pemerintahan yang terbaik adalah Demokrasi (pemerintahan oleh
banyak oran, untuk kepentingan banyak orang).
3.
Aristoteles
(384 – 322 S.M.)
Aristoteles
sendiri adalah murid dari Plato,
yang merupakan murid dari Socrates. Namun dalam pendapat, Aristoteles sering
berbeda pandangan dengan gurunya, Plato. Jika Plato mengatakan ide terdapat
pada sebuah dunia linear yang abadi dan sempurna, maka Aristotels mengatakan
hal lain. Menurut Aristoteles ide justru terletak pada kenyataan atau
benda-benda di dunia nyata itu sendiri. Karena setiap benda memiliki dua unsur,
yaitu hyle (materi) dan morfe (bentuk). Lebih jauh lagi dikatakan
bahwa ide tidak dapat dilepaskan dari materi, sedangkan presentari bahwa
sebuah materi adalah nyata haruslah dengan bentuk. Sederhananya, yang dikatakan
Aristoteles adalah tidak mungkin akan muncul ide tanpa ada bentuk materi di
dunia nyata. Karena bentuk memberikan kenyataan pada meteri sekaligus menjadi
tujuan (finalis) dari materi itu. Karya Aristoteles meliputi logika, etika,
politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, retorika, poetika, politik dan
ekonomi.
Referensi:
No comments:
Post a Comment