Monday, December 5, 2016

Tokoh Filsafat Yunani



A.    Filsafat Alam
Pada periode pertama munculnya filsafat (disekitar abad ke-7 S.M.) di yunani muncul para pemikir yang dijuluki filsuf alam. Kenapa mereka dijuluki seperti itu? ini karena kajian pokok mereka adalah untuk mengerti dan memahami asal usul alam, atau lebih konkretnya, darimana dunia ini berasal. Beberapa orang dalam sejarah tercata sebagai seorang filsuf alam, orang-orang ini sendiri pantas disebut sebagai orang radikal, karena mereka adalah orang-orang pertama yang berani melepaskan diri dari kungkungan mitologi tentang asal-usul dunia yang diajarkan nenek moyang mereka dan mencari dasar sendiri untuk mamahami alam ini. Beberapa orang yang menjadi filsuf alam antara lain:
1.      Thales (625-545 SM/624-546 SM)

Thales adalah orang pertama yang diketahui melakukan proses berfikir dengan cara berfilsafat (atau setidaknya sejarah mencatat seperti itu). Thales adalah orang pertama yang menolak untuk tunduk pada mitologi nenek moyang, sekaligus orang pertama yang berani menanyakan dari mana asal muasal dunia ini hingga ada.
Thales menawarkan pola pikir yang mengatakan bahwa Air adalah asal usul dari dunia ini. Pernyataanya ini berlanjut dengan mengatakan bahwa bumi (dunia) ini sendiri terapung di atas air. Ini dapat diperolehnya dengan menerapkan pertanyaan tentang dari mana alam ini berasal? dan Apa yang menjadi penyebab penghabisan dari segala yang ada? Thales mengatakan bahwa unsur terpenting untuk setiap kehidupan adalah air. Tentu saja, karena semua mahluk hidup butuh air, bahkan tanah akan mengalami kekeringan jika tidak ada air, dan kebanyakan mahluk hidup akan mati dalam situasi seperti itu. Premis ini akan menjadikan air sebagai asal dari segala sesuatu karena tanpa air segala sesuatu dapat dikatakan “akan mati”, dan itu (ketiadaan air) pastinya akan menjadi penyebab penghabisan dari segala yang ada. Air dapat berubah menjadi gas seprti uap dan benda padat seperti es, sederhanyanya, air dapat menjadi apa saja.
2.      Anaximander (610-547 SM)

Anaximander juga merupakan salah satu dari filsuf alam. Anaximander memiliki pandangan yang berbeda dengan Thales yang mengatakan Air adalah asal dari kehidupan. Pendapat Anaximander mengatakan bahwa hanya ada satu asal dari semua yang ada, dan itu haruslah bersifat tidak terbatas. Ini menjadi sebuah antitesis dari Anaximander untuk Thales. Karena pertanyaannya adalah, Bagaimana air dapat berubah menjadi api? Maka diambillah kesimpulan bahwa air memiliki batasan. Sedang asal muasal itu haruslah memiliki ruang lingkup tidak terbatas, dan dapat bergerak. Selain itu, materi asal ini haruslah tidak dapat dilihat atau dirasakan dengan indra, tetapi hanya dapat dirasakan dan dicari dengan pikiran.
Oleh Anaximander materi asal itu diberi nama Apeiron. Apeiron sendiri adalah zat yang memiliki sifat-sifat seperti Om sebutkan sebelumnya, yaitu tidak terhingga, tidak terbatas, tidak dapat dicari wujudnya, dan tidak mungkin sama dengan apapun. Segala yang terlihat sebagai sesuatu yang nyata (dapat dirasakan oleh indra manusia) dianggap memiliki akhir, sehingga masih dapat diukur dan memiliki batasannya. Karena itu, materi asal ini mustahil akan muncul dari salah satu dari segalamacam hal yang memiliki akhir dan keterbatasan itu.
3.      Anaximenes (585 – 494 SM)

Lain lagi dengan Anaximenes, dia mengatakan bahwa Udara adalah asal mula dari alam ini. Karena pertanyaannya, Bagaimana mungkin sesuatu yang bahkan tidak ada (dan hanya dapat dicari dalam pikiran) dapat menjadi asal mula segalanya? Maka bukankah itu udara? Karena menurut Anaximenes, padamulanya segala sesuatu adalah udara, kemudian terjadi pemadatan dan pengenceran terhadap udara ini. udara yang memadat berubah menjadi angina, air, tanah dan batu. Sedang udara yang mengencer berubah menjadi api.
Sebagai kesimpulan ajarannya, Anaximenes mengatakan: “Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari pada udara, menyatakan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu.”  Pada titik inilah pemahaman tentang jiwa pertama kali masuk dalam pemikiran filsafat. Walaupun Anaximenes sendiri tidak mengkaji lebih lanjut pemikirannya tentang jiwa ini.

Ketiga filsuf inilah (Thales, Anaximander dan Anaximenes) yang kemudian dikenal sebagai The Milesians, karena ketiganya berasal dari daerah Miletus di Yunani. Selain itu, mereka juga adalah orang-orang yang mazhab filsafat yang pertama yaitu filsafat alam. Dari mazhab ini muncul beberapa pokok pemikiran atau garis besar cara berpikir yang kedepannya menjadi acuan bagi tradisi keilmuan Barat, yaitu:
a.       keinginan untuk penjelasan yang sederhana atas sebuah masalah
  1. Penekanan pada pengamatan untuk mendukung teori keterikatan pada naturalisme (pandangan bahwa suatu fenomena alam haruslah dijelaskan dengan fenomena alam yang lain), dan
  2. Monisme (pandangan bahwa pada hakikatnya terdapat hanya satu unsur dasar bagi segala sesuatu).

4.      Pythagoras (572 – 500 S.M.)

Sekarang kita berpindah dari daerah Miletus ke Kepulauan Samos, masih di Yunani. Disini terdapat seorang filsuf yang juga cukup terkenal yaitu Pythagoras. Om rasa kalian sudah kenal nama ini (apalagi yang belajar matematika lanjutan tentunya). Pythagoras adalah seroang pemikir yang menaljutkan pemikiran Milesia, namun agak berdeda, disini Pythagoras tidak mencari hakikat asal muasal alam dari material tertentu. Tapi dia malah mengatakan hal yang cukup menarik, yaitu segala sesuatu yang ada hakitkanya adalah angka.
Dia beranggapan bahwa batasan suatu benda dari benda lain adalah angka, karena itu segala sesuatu haruslan ditentukan dengan bilangan, atau sederhananya, realita haruslah dapat diukur dengan angka dan dalam perhitungan rumus matematis. Pengaruh dari pemikiran filsafat Pythagoras ini begitu besar hingga mampu bertahan selama 400 tahun. Bahkan salah satu yang terkena pengaruhnya adalah Plato, yang nantinya menjadi salah satu filsuf aliran klasik yang memiliki nama besar.
5.      Heraclitos (470 SM)

Heraclitos adalah seorang filsuf yang berpendapat bahwa arche (unsur dasar dari alam semesta) adalah api. Ini sebagai jawaban Heraclitos tentang hubungan antara yang ters berubah (sebagaimana yang dirasakan indra) dengan yang tetap (sebagaimana yang dapat dipikirkan). Karena itu, api dianggapnya sebagai lambing dari sesuatu yang terus berubah sekaligus memiliki sifat tetap. Ini berhubungan dengan pendapatnya bahwa dunia harus ditafsirkan berdasarkan prosesnya, bukan bendanya. Dan api sebagai unsur dasar dari dunia, mampu menjadi medium untuk segala proses itu. Karena menurut Heraclitos, di dalam apilah segala sesuatu dapat berubah. Dari pandangan ini Heraclitos menarik kesimpulan bahwa realitas bukan terdiri dari sejumlah benda, tetapi merupakan proses dari penciptaan dan pemusnahan yang terus menerus. Untuk memahami itu, contohnya adalah seseorang yang melangkah di sungai yang mengalir pasti tidak sedang melangkah di air yang sama. Karena itu, menurut Heraclitor segala sesuatu yang ada mengalami perubahan, kecuali perubahan itu sendiri.
Pemikiran lain dari Heraclitos adalah konsepsinya tentang Logos. Logos adalah sebuah logika yang mengatur perubahan menjadi sebuah fenomena yang tidak bersifat arbitrer melainkan rasional (masuk akal). Logos ini sendiri tidak dapat diamati. Konsep logos ini sendiri nantinya sangat berpengaruh bagi pandangan filsafat Plato.
6.      Permanides (515-440 S.M.)

“Ada adalah ada. Tidak ada adalah tidak ada.” Kalimat itu adalah tesis yang dikemukakan oleh Permanides, seorang filsuf yang berasal dari Elia. Permanides adalah orang pertama yang memikirkan tentang hakikat realitas. Menurutnya ada hanyalah ada selama dia nyata, dan dapat dipikirkan. Karena tidak mungkin kita memikirkan sesuatu yang tidak ada. Tidak mungkin juga yang ada menghilang ke tempat yang tidak ada. Karena itu, yang ada (nyata) itu haruslah bersifat satu, umum, tetap, dan tidak dapat dibagi-bagi. Lebih jauh lagi, konsep yang ditawarkan Permanides ini membawa kita pada kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu yang bergerak. Karena gerak akan mengakibatkan proses berpindahnya sesuatu yang ada menjusu tidak ada. Bagi Permanides, perubahan berarti kemunculan dari sesuatu yang baru, sedang sesuatu yang baru itu harusnya tidak ada sebelumnya; karena hal yang tidak ada sebelumnya seharusnya tetap tidak ada karena tidak bisa dipikirkan, karena itu perubahan tidak akan pernah ada. Ini merupakan kebenaran logika yang dikemukakan oleh Permanides. Pemikiran inilah yang kedepannya menjadi bibit dari rasionalisme.
7.      Demokritos (420 SM)

Demokritos berasal dari Abdera. Dia adalah orang yang mengatakan bahwa dunia tersusun dari benda-benda yang disusun oleh sekelompok atom. Pandangan filsafatnya ini sejalan dengan pendapat filsuf lainnya, yaitu Leucippus. Menurut Leucippus, atom ialah partikel kecil materi yang dipisahkan satu sama lain oleh kehampaan, atom-atom bergerak oleh keniscayaan. Karena itu, sesuatu yang misterius dibalik yang tampak adalah sejumlah atom yang tak terbatas. Atom-atom yang tidak dapat ditembus dan tidak dapat berubah komposisinya. Atom hanya berada dalam bentuk dan susunan. Semua perubahan yang dilihat indra disebabkan oleh pengelompokan atom-atom primer. Kesamaan pandangan ini membuat mereka berdua (Demokritos dan Leucippun) dikatakan sebagai seorang atomist.
Pandangan filsafat Demokritos ini berlandas pada pemahaman bahwa dunia memang harus tersusun oleh sesuatu yang tetap, tak dapat dibagi, dan abadi. Oleh Demokritos, sesuatu itu diberi nama Atom yang artinya “tak dapat dibagi”. Atom dianggap sebagai materi dasar dari segala yang ada. Atom digambarkan memiliki bentuk yang beraneka ragam, sebagian bulat mulus, sebagian lagi tak beraturan dan memiliki gerigi. Kemudian atom-atom itu saling mengait karena proses kebetulan semata, ini karena Demokritos tidak mempercayai ada kekuatan dari dunia linear atau jiwa yang berperan dan ikut campur dalam proses penciptaan. Setelah salaing mengait itulah atom-atom membentuk wujud lain seperti manusia, pohon, meja, dan lain-lain. Kemudian tentang jiwa, Demokritos mengatakan jiwa terdiri dari atom yang paling bulat dan halus, sehingga tidak dapat mengait atom lainnya untuk berubah bentuk. Realitas sendiri dipahami oleh jiwa dan pikiran karena benda-benda di dunia realita melepaskan gambar (dalam bentuk atom) yang bentuknya sama dengan bendanya.

A.    Filsafat Klasik
Setelah membahas tentang alam atau aspek keduniaan, pada periode filsafat klasik ini kajian filsafat sudah mulai melebar. Filsafat tidak hanya terfokus pada darimana dunia berasal atau jiwa atau proses perubahan terjadi. Di sini, filsafat mulai menyentuh ranah sosial. Ada beberapa orang yang tercatat dalam periode klasik ini, antara lain:
1.      Socrates (470 – 400 S.M.)

Socrates adalah generasi pertama dari 3 pemikir besar filsafat Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Sumbangan pemikiran filsafatnya adalah untuk menyelidiki manusia secara menyeluruh, yaitu dengan tidak memisahkan antara nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah. Karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dapat dihasilkan. Metode yang diterapkan oleh Socrates adalah metode dialektik, yaitu berdiskusi panjang untuk mencapai suatu kebenaran. Hal ini juga yang membuatnya dibenci oleh kau sofis pada masa itu karena dianggap melecehkan mereka, karena pada kenyataannya, kebenaran yang dicari Socrates sangat sulit ditemukan karena tidak ada yang mampu sampai pada pemikiran Yang mana yang benar. Pada akhirnya, pada tahun 399 S.M. saat umurnya sekitar 70 tahun, Socrates dihukum mati dengan meminum racun atas pengadilan yang dijatuhkan pada dirinya karena dianggap menyebarkan ajaran yang merusak moral dan menentang kepercayaan Negara kepada para pemuda.
2.      Plato (428 – 348 S.M.)

Plato sendiri lahir dengan nama asli Aristocles. Dia adalah murid dari Socrates, dan beberapa filsuf lain yang juga mempengaruhinya adalah Pythagoras, Heraclitos, dan Elia. Plato memulai pemikiran filsafatnya dengan membahas mana yang benar, yang berubah-ubah (Heraclitos) atau yang tetap (Permanides). Untuk itu, Plato membagi dunia menjadi dua, yaitu dunia pengalaman (dunia nyata) yang bersifat tidak tetap, dan dunia ide (dunia linear) yang bersifat tetap. Lebih jauh lagi, pendapat Plato mengatakan bahwa yang benar adalah dunia ide, sedang dunia pengalaman hanyalan tiruan dari dunia ide tersebut. Dalam ajarannya Plato menyatakan bahwa kenyataan hanyalan proyeksi atau tiruan dari apa yang ada di dunia ide, karena itu, yang nyata hanyalah ide itu sendiri. Salah satu hal menarik dari konsep dunia ide yang dikemukakan oleh Plato ini adalah pernyataan bahwa segala sesuatu adalah sempurna jika dia masih berada di dunia ide.
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya, Plato mengemukakan pemikiran tentang Negara. Menurut Plato, di dalam sebuah Negara yang ideal terdapat tiga gologan yaitu: (1) Gologan tertinggi, yang terdiri dari penjaga dan para filsuf; (2) Golongan pembantu, yang terdiri dari prajurit dan (3) Golongan rakyat biasa. Lebih lanjut Plato mengatakan bahwa seorang negarawan bertugas untuk menciptakan keselarasan semua keahlian dalam Negara (polis) sehingga tercipta sebuah keharmonisan. Apabila suatu Negara sudah memiliki peraturan dasar untuk dirinya maka pemerintahan terbaik adalah monarki (pemerintahan oleh satu orang, untuk kepentingan banyak orang), sedang jika suatu Negara belum memiliki peraturan dasar untuk dirinya, maka bentuk pemerintahan yang terbaik adalah Demokrasi (pemerintahan oleh banyak oran, untuk kepentingan banyak orang).
3.      Aristoteles (384 – 322 S.M.)

Aristoteles sendiri adalah murid dari Plato, yang merupakan murid dari Socrates. Namun dalam pendapat, Aristoteles sering berbeda pandangan dengan gurunya, Plato. Jika Plato mengatakan ide terdapat pada sebuah dunia linear yang abadi dan sempurna, maka Aristotels mengatakan hal lain. Menurut Aristoteles ide justru terletak pada kenyataan atau benda-benda di dunia nyata itu sendiri. Karena setiap benda memiliki dua unsur, yaitu hyle (materi) dan morfe (bentuk). Lebih jauh lagi dikatakan bahwa ide tidak dapat dilepaskan dari materi, sedangkan presentari bahwa sebuah materi adalah nyata haruslah dengan bentuk. Sederhananya, yang dikatakan Aristoteles adalah tidak mungkin akan muncul ide tanpa ada bentuk materi di dunia nyata. Karena bentuk memberikan kenyataan pada meteri sekaligus menjadi tujuan (finalis) dari materi itu. Karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, retorika, poetika, politik dan ekonomi.



Referensi:

No comments:

Post a Comment