Kata nikah berasal dari bahasa arab yang
artinya kawin. Secara bahasa arti nikah adalah (menghimpun, mengumpulkan,
bersetubuh). Menurut istilah ialah akad yang mengandung jaminan halalnya
hubungan badan dengan menggunakan lafaz
nikah/terjemahannya.
A.
Hukum
Nikah
1. Mubah,
yaitu jika seseorag tidak akan merasa khawatir akan terjerumus kepada perbuatan
maksiat.
2. Sunah,
jika seseorang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, sudah punya bekal
untuk biaya hidup berkeluarga dan sangat berkehendak untuk kawin,tapi tidak
khawatir melakukan zina.
3. Wajib,
jika seseorang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan sangat perlu
nikah serta dikhawatiran terjerumus dalam perzinaan apabila tidak segera
menikah.
4. Makruh,
jika seseorang lelaki yang sudah dewasa jasmani dan rohani yang menginginkan
menikah tetapi belum mempunyai bekal untuk hidup berkeluarga.
5. Haram,
bagi orang yang tidak mampu membeei nafkah lahir dan batin sehingga menjadikan
madharat terhadap keluarga , atau perkawinan yang diniatkan untuk menganiaya
wanita yang dinikahinnya.
B.
Syarat
dan rukun nikah
a.
Calon
suami, syaratnya :
1. Islam
2. Jelas
laki-laki
3. Atas
keinginan sendiri
4. Tidak
beristri 4
5. Tidak
mempunyai hubungan mahram
6. Tidak
mempunyai istri yang dimadu dengan calon istrinya
7. Tidak
sedang ihram
b.
Calon
istri, syaratnya :
1. Islam
2. Jelas
ia perempuan
3. Dapat
izin dari wali
4. Tidak
bersuami dan tidak dalam massa iddah
5. Tidak
mempunyai hubungan mahram dengan suami
6. Belum
pernah dili’an
7. Harus
kemauan sendiri
8. Jelas
orangnya dan tidak sedang hamil.
c.
Wali,
syaratnya :
1. Laki-laki
2. Islam.
3. Baligh.
4. Berakal.
5. Merdeka.
6. Adil.
7. Tidak
sedang ihram.
d.
Dua
orang saksi, syaratnya :
1. Dua
orang laki-laki.
2. Islam.
3. Dewasa.
4. Berakal.
5. Merdeka.
6. Adil.
7. Dapat
melihat dan mendengar.
8. Memahami
bahasa yang digunakan akad
9. Tidak
sedang ihram.
10. Hadir
dalam ijab qabul.
e.
Ijab
dan Qabul, syaratnya :
1. Menggunakan
kata yang bermakna nikah
2. Lafaz
ijab qabul diucapkan oleh pelaku akad.
3. Antar
ijab dan qabul harus bersambung.
4. Peaksanaan
ijab qabul harus berada dalam satu tempat.
5. Tidak
dikaitkan dengan suatu persyaratan apapun.
6. Tidak
dibatasi dengan waktu.
7. Majlis
ijab qabul harus dihadiri oleh minimal 4 orang.
C.
Pengertian
dan Hukum Khitbah
Khitbah
(meminang) adalah pernyataan pihak lelaki kepada
wanita untu mengawininya dan pihak wanita menyebar luaskan berita peminangan
ini. Menurut fuqaha hukum meminang adalah mubah (diperbolehkan), selama wanita
itu tidak terhalang syara’. Halangan syara dapat berupa status wanita itu bukan
istri orang lain, tidak sedang ditalak oleh suaminnya dan berada dalam masa
idah raj’i serta wanita yang sedang dipinang orang lain. Dalam sabda Rosululloh
saw. : “ seorang mukmin adalah saudara
mukmin lainnya, maka tidak halal baginya membeli pembelian saudaranya, dan
tidak boleh meminang pinangan saudaranya sampai saudaranya membatalkan pinangan
itu. “ (HR. Muttafaq alaih )
Ulama
fikih sepakat bahwa seorang laki-laki boleh bahkan dianjurkan melihat wanita
yang dipinangnya sehingga ia menegtahui secara baik wanita yang akan
dinikahinnya. Berdasarkan riwayat Imam Ahmad dari Mughirah bin Syu’bah bahwa
dia meminang seorang wanita, kemudian Nabi saw, bertanya kepadanya, “ Apakah kamu sudah melihat wanita yang
engkau pinang ? “ Mughirah menjawab “
Belum”. Mendengar itu Nabi saw, kemudian bersabda : “ Lihatlah dia ! karena melihat itu dapat lebih menjamin untuk
mengekalkan kamu berdua”. (HR.
Imam Ahmad)
D.
Pengertian
dan pembagian mahram nikah.
Wanita-wanita yang secara syar’i tidak
boleh dinikahi disebut mahram. Dasar hukum mahram adalah QS. An-Nisa :22-24.
Mahram dibagi dua yaitu mahram muabbad ( haram untuk selamanya) dan mahram ghairu
muabbad (haram dinikahi sementara waktu). Wanta yang tidak boleh dinikahi
selamanya (muabbad) adalah wanita yang ada hubungan darah, hubungan sesusuan
dan dan hubungan persemendaan (pernikahan) dengan lelaki yang akan
menikahinnya..
a. Wanita
yang haram dinikahinya karena adanya hubungan darah:
1. Ibu
kandung, nenek,baik dari pihak ayah atau ibu dan seterusnya sampai keatas.
2. Anak
perempuan kandung, cucu perempuan dan seterusnya sampai kebawah
3. Saudara
perempuan sekandung, saudara perempuan seayah maupun seibu.
4. Anak
perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuan (keponakan).
5. Bibi
(saudara ayah ataupun saudara ibu)
b.
Wanita yang haram
dinikahi karena adanya hubungan persemendaan (pernikahan) :
1.
Ibu istri (mertua
perempuan),nenek istri dan seterusnya sampai ke atas.
2.
Anak perempuan dari
istri (anak tiri),termasuk cucu perempuan dari anak tiri tersebut dan
seterusnya hingga ke bawah, bila istrinya telah digauli.
3.
Istri anak (menantu
perempuan), istri cucu dan seterusnya hingga kebawah.
4.
Istri ayah (ibu
tiri),baik yang digauli maupun yang belum digauli.
c. Wanita
yang haram dinikahi karena adanya hubungan susuan,karena kedudukannya sama
dengan wanita-wanita yang memiliki hubungan darah.Mereka itu adalah :
1.
Saudara perempuan
sesusuan, karena kedudukannya sama dengan saudara perempuan kandung.
2.
Ibu yang menyusui,
karena kedudukannya sama dengan ibu kandung.
3.
Ibu dari wanita tempat
menyusu, karena kedudukannya sama dengan nenek.
4.
Ibu dari suami wanita
tempat menyusu, karena kedudukannya sama dengan nenek dari pihak ayah.
5.
Saudar perempuan dari
ibu susuan, karena kedudukannya sama dengan bibi dari pihak ibu.
6.
Saudara perempuan dari
suami ibu susuan, karena kedudukannya sama dengan bibi dari pihak ayah.
7.
Cucu dari ibu susuan,
karena kedudukannya sama engan keponakan perempuan.
Adapun wanita yang tidak boleh dinikahi
untuk sementara waktu :
a. Memadu
dua wanita yang mempunyai hubungan kekerabatan sekaligus.
b. Istri
orang lain yang ditalak oleh suaminnya.
c. Istri
yang telah di talak ba’in (3 kali) sebelum ia menikah dengan orang lain lalu
cerai.
d. Wanita
yang dalam keadaan ihram untuk melaksanakan ibadah haji.
e. Memadu
perempuan lebih dari empat.
f. Sebab
perbedaan agama.
E.
Macam-macam
pernikahan terlarang
1.
Nikah
Mut’ah (kawin kontrak), perkawinan yang
dilakukan antara pria dan wanita dengan akad dan jangka waktu tertentu.
2.
Nikah
Syigar, adalah pernikahan yang dilakukan dengan
pertukaran calon mempelai wanita dengan tidak disertakan mahar.
3.
Nikah
Tahlil, adalah pernikahan yang dilakukan oleh
seorang pria terhadap wanita yang ditalak tiga oleh suaminya.
F.
Ketentuan
dan macam-macam wali
Wali
adalah salah satu syarat syah suatu pernikahan. Bila ada seorang gadis
menikahkan dirinya sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Ada dua macam
wali nikah, yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab adalah orang-orang yang
berhak menjadi wali nikah karena adanya hubungan keturunan (nasab) dengan calon
mempelai wanita. Wali nasab harus berurutan dan dengan tertib, yaitu :
1. Ayah,
kakek dari pihak ayah dan seterusnya keatas.
2. Saudar
laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara
laki-laki kandung (keponakan), anak laki-laki dari sudara laki-laki seayah dan
seterusnya kebawah.
3. Saudara
laki-laki kandung ayah (paman), saudar laki-laki ayah yang seayah (paman
seayah) dan keturunan laki-laki dari kedua macam paman tersebut.
4. Saudara
laki-lakikandung kakek, saudara laki-laki kakek yang sayah dan keturunan
laki-laki dari keduannya.
Sedangkan wali hakim adalah wali yang
ditunjuk pemerintah. Wali hukum ini baru dapat bertindak sebagai wali jika wali
nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui
keberadaannya atau enggan menikahinnya. Wali dalam pernikahan daoat dibagi dua
macam, yaitu :
a.
Wali
Mujbir : wali yang berhak atau berwnang langsung
untuk mengawinkan wanita yang berada dibawah perwaliannya tanpa menunggu
kerelaan yang dikawinkan. Yang termasuk wali mujbir adalah ayah dan kakek.
b.
Wajib
Al-mukhtar : wali yang ditunjuk oleh pihak wanita
jika tidak terdapat wali mujbir.
G.
Hukum
dan macam-macam mahar
mahar adalah suatu pemberian dari calon
suami kepada calon istri dengan sebab nikah, berupa uang, barang atau jasa.
Mahar tidak termasuk rukun nikah tetapi wajib dalam pernikahan. Artinya, mahar
tidak menentukan sah tidak nya pernikahan tetapi mahar wajib dibayarkan calon
suami kepada calon istri.
1.
Syarat-syarat mahar
a. Benda
yang boleh dimiliki dan halal diperjual belikan.
b. Jelas
jenis dan jumlahnya.
c. Tidak
mengandung unsur tipuan.
2. Macam-macam
mahar
a. Mahar al-Musamma, yaitu
mahar yang diungkapkan secara jelas dalam akad.
b. Mahar al-Misl, yaitu
sejumlah mahar yang sama nilainnya dengan mahar yang diterima oleh wanita yang
menikah dari pihak ayahnya.
3. Jumlah
dan bentuk mahar
Dalam
QS. Al-Nisa : 24 tidak ditentukan jumlah dan bentuk mahar, sementara hadits
Nabi Saw. memerintahkan agar memberikan mahar walaupun benyuk cincin dari besi.
Berdasarkan kedua dalil diatas para ulam sepakat bahwa jumlah, bentuk, dan
jenis ahar hendaknya disepakayi oleh kedua belah pihak. Penentuan jumlah
(nilai) dan bentuk mahar dianjurkan atas dasar kesederhanaandan kemudahan.
Setelah mahar diberikan maka mahar menjadi milik istri sepenuhnya dan suami
tidak mempunyai hak apapun atas maskawin itu, kecuali jika istri merelakannya.
Cara pembayaran mahar dpat dilaksanakan secara kontan dan dapat di hutang.
H.
Hukum
walimah dan hikmahnya.
Walimah adalah pesta yang
diselenggarakan setelah akad nikah dengan jamuan kepada para undangan sebagai
rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah Swt. Sekaligus sebagai sarana
pengumuman bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri. Mengadakan walimah
menurut jumhur ulama hukumnya sunnah muakkad, yaitu sunah yang dianjurkan.
Adapun hukum menghadiri undangan adalah wajib, kecuali ada uzur yang
menghalanginnya atau karena di pesta tersebut terdapat kemaksiatan.
Para ulama tidak menentukan
pelaksanaan walimah. Semua tergantung pada adat istiadat masing-msing. Namun,
dalam pelaksanaanya diupayakan sesederhana mungkin dan yang diundang bukan
hanya yang kaya saja melainkan yang miskin pula dapat hadir.
I.
Hikmah
pernikahan
a.
Seseorang dapat
menyalurkan naluri biologisnya secara sah dan benar.
b.
Pernikahan adlah
lembaga atau cara yang benar dan paling baik untuk mendapatkan anak dan
mengembangkan keturunan yang sah.
c.
Dengan pernikahan
setiap orang dapat menyalurkan naluri kebapakan dan keibuan yang merupakan
fitrah manusia.
d.
Pernikahan dapat
menyatukan keluarga masing-masing pihak, sehingga hubungan silaturahmi semakin
kuat dan terbentuk keluarga baru yang banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid
sulaiman.2014.Fiqh Islam.Bandung:Sinar
Baru Algensindo
No comments:
Post a Comment