Ali Bin Abi Tholib ditanya: “Berapa banyak
teman dekat tuan?” Ali menjawab: “Saya tidak mengetahuinya sekarang karena saat
ini dunia sedang berada di pihak saya. Semua orang (ingin menjadi) teman dekat
saya. Saya baru tahu itu besok nanti pada saat dunia meninggalkan saya. Sebab
sebaik-baiknya teman adalah orang yang mendekat kepada saya pada saat dunia
meninggalkan saya (tidak kaya dan tidak berkuasa)”.
Manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia butuh teman
untuk menjalani dan memenuhi ragam kebutuhan hidup. Bahkan, teman adalah
personifikasi diri. Menurut para ahli, manusia selalu memilih teman yang mirip
dengannya dalam hal hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran, juga nasib.
Seorang Muslim tidak dapat semaunya memilih teman, meskipun setiap Muslim
diharuskan berteman dengan semua orang karena Islam membenci permusuhan.
Sebagai pedoman hidup, syariat Islam memberi
batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan ini. Salah satu alasannya,
teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Pentingnya memilih teman tersirat
dalam sebuah sabda Rasulullah Saw: “Seseorang itu tergantung agama temannya.
Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad
dan Tirmidzi).
Kita bisa menilai seseorang dengan melihat
dengan siapa saja orang itu berteman. Pasalnya, seseorang akan berbicara dan
berperilaku seperti kebiasaan temannya. Rasulullah dengan hadits tersebut
mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas
beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita
temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar
ajaran agama, pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman
dengan orang-orang kafir dan munafik, kita harus menjauhinya. Paparan berikut
ini menggambarkan kriteria pertemanan dan teman yang baik dalam perspektif Islam:
1.
ORANG BERIMAN
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri,
Rasullulah Saw bersabda: ”Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin
yang bertaqwa”. Dalam hadits lain ditegaskan, “Jangan berteman, kecuali dengan
orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR.
Ahmad).
Kriteria utama dan pertama orang yang harus
dijadikan teman adalah orang beriman dan orang-orang saleh. Selain karena
sesama mukmin memang bersaudara, juga karena orang beriman dengan benar
melahirkan dalam dirinya perilaku yang baik (akhlaqul karimah) dan kita akan
termotivasi melakukan hal yang sama. Beberapa ulama generasi salaf menyarankan
kepada kita untuk: ”Bersahabatlah dengan orang-orang yang keadaannya bisa
menunjukkan kamu ke jalan Allah”. “Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk
kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang
maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya.” (HR.
Tirmidzi).
Orang kafir yang tidak memusuhi Islam atau
mau hidup berdampingan secara damai dengan umat Islam (kafir dzimmy) layak juga
menjadi teman. Sedangkan kafir yang memusuhi Islam harus diperangi (kafir
harby).
2.
TEMAN DI JALAN ALLAH
Dalam perspektif Islam, pertemanan yang baik
adalah pertemanan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah. Bukan
pertemanan yang semata-mata dijalin untuk mendapatkan manfaat dunia, materi,
jabatan, atau sejenisnya. Pertemanan yang dijalin untuk saling mendapatkan
keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna,
maka pertemanan pun putus.
Pertemanan yang dijalin karena Allah adalah
pertemanan yang dijalin untuk mendapatkan ridha Allah: teman berdakwah dan
berjihad, saling mengingatkan soal kebenaran dan kesabaran, teman beramal
saleh, saling bantu demi ketaatan pada Allah, dan kebaikan lainnya. Orang yang
semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.
“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling
mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam
lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku.”
(HR. Muslim).
Pertemanan yang dijalin karena Allah akan
melahirkan rasa saling mengasihi dan membantu, bahkan persaudaraan itu tetap
akan berlanjut hingga di negeri Akhirat. “Teman-teman akrab pada hari itu
sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67) CINTA KARENA ALLAH Antar teman harus saling
mencintai karena Allah Swt. Dari Mu’adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta’ala
berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling
mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling
berkorban karena Aku.” (HR. Ahmad). “Dahulu ada seorang laki-laki yang
berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya,
‘Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini’,
jawabnya, ‘Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?’ ‘Tidak ada, selain
bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla’, jawabnya. Maka orang yang
bertanya ini mengaku, “Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu
(untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau
telah mencintai temanmu karena Dia.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
3.
CERIA SAAT BERTEMU
Teman yang baik adalah teman yang membahagiakan
dan memberi semangat. Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya selalu
dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum. “Jangan sepelekan
kebaikan sekecil apa pun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah
berseri-seri.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
4.
JABAT TANGAN & HADIAH
Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan
kasih sayang antar teman adalah saling jabat tangan ketika bertemu dan berpisah
serta saling memberi hadiah. “Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan
hilang kedengkian. Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling
mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian.” (HR. Imam Malik).
5.
SELALU SIAP MENOLONG
Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah
bukan berdasar permintaan atau keinginan teman. Prinsip menolong teman adalah
keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran,
termasuk di dalamnya adalah amar ma’ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan
dengan keinginan teman. Teman yang baik selalu mengingatkan agar temannya tidak
terjerumus pada perbuatan dosa atau hal yang merugikan dirinya dan orang lain.
Allah Swt memerintahkan kita untuk saling tolong dalam kebaikan dan takwa
(ta’awanu ‘alal birri wat-taqwa), bukan saling dukung dalam perbuatan dosa dan
permusuhan (wala ta’awanu ‘alal itsmi wal ‘udwan).
6.
BERBAIK SANGKA
Termasuk bumbu pertemanan adalah berbaik
sangka kepada sesama teman (husnuzhan), yaitu selalu berfikir positif (positive
thinking) dan memaknai setiap sikap dan ucapan orang lain dengan persepsi dan
gambaran yang baik, tidak ditafsirkan negatif. “Jauhilah oleh kalian berburuk
sangka, karena buruk sangka adalah pembicaraan yang paling dusta” (HR.Bukhari
dan Muslim). Termasuk berburuk sangka di sini adalah dugaan yang tanpa dasar.
7.
MENJAGA RAHASIA
Rahasia seseorang biasanya disampaikan kepada
teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas bin Malik pernah diberi tahu
tentang suatu rahasia oleh Nabi Saw. Anas berkata, ” Nabi Saw merahasiakan
kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada
seorang pun setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi
aku tidak memberitahukannya” (HR. Al-Bukhari). Teman sejati adalah teman yang
bisa menjaga rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah
seorang pengkhianat terhadap amanat. Berkhianat terhadap amanat adalah termasuk
salah satu sifat orang munafik.
8.
JENIS-JENIS TEMAN
Menurut Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
dalam bukunya, Syarah Hilyah Thalibil Ilmi, menjelaskan tentang tiga macam
teman: Pertama, teman manfaat, yaitu orang yang berteman untuk mendapatkan
manfaat berupa harta, kedudukan, atau lainnya. “Jika tidak ada manfaat yang
didapatkan, darimu jadilah ia musuhmu, dia tidak mengenalmu dan kamu tidak
mengenalnya,” katanya. Kedua, teman kenikmatan, berteman hanya untuk bersenang-senang
dengan dalam berkumpul dan berdagang, tetapi dia tidak memberi manfaat, hanya
buang waktu. “Tipe ini juga kamu harus berhati-hati darinya karena dia akan
menyia-nyiakan waktumu,” katanya. Ketiga, teman keutamaan, yang membawa pada
kebaikan dan melarang keburukan, membuka pintu-pintu kebaikan dan menuntut
teman kepadanya. “Jika kamu tergelincir dia akan melarangmu dengan cara tidak
mempermalukanmu, ini baru teman keutamaan,” jelasnya. Syekh Abdul Aziz
As-Salman, sebagaimana dikutip Majalah Qiblati, juga menyebutkan tiga jenis
teman lainnya: ”Pertama seperti makanan, sesuatu yang selalu dibutuhkan tidak
boleh tidak; kedua seperti obat, dibutuhkan saat sakit saja; dan ketiga seperti
penyakit, sama sekali tidak dibutuhkan.”
9.
TEMAN YANG HARUS DIHINDARI
Hindari teman yang dimurkai oleh Allah,
seperti pelaku maksiat dan tukang bohong. “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang
yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu
bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka
bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah
menyediakan bagi mereka adzab yang keras. Sesungguhnya amat buruklah apa yang
telah mereka kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah [58]: 14-15). “Barangsiapa yang
mengambil setan menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang
seburuk-buruknya” (QS. An Nisaa’ [4]: 38). Seseorang bisa tergelincir berteman
dengan setan dalam arti sesungguhnya. Dengan sadar ia menjadikan setan sebagai
pelindung, penolong, pendamping, serta pemberi kekuatan, sehingga dipandang
hebat oleh orang lain. Berteman dengan setan bisa pula dalam bentuk lain, yaitu
bergaul dengan orang-orang yang gemar memperturutkan hawa nafsu, rajin
bermaksiat, serta lalai dari mengingat Allah. Akibatnya, mereka sangat jauh
dari pertolongan Allah. Ibnu Atha’illah dalam kitab Hikam berkata: “Berkawan
seorang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, jauh lebih baik daripada
dengan berkawan seorang ‘alim yang selalu memperturutkan hawa nafsunya.” Orang
berilmu tapi memperturutkan hawa nafsu, biasanya akan membenarkan kemaksiatan
yang dilakukannya dengan dalil-dalil Al-quran dan hadis. Dikhawatirkan, lambat
laun kita pun akan membenarkan kemaksiatan tersebut hanya karena bersandar pada
dalil-dalil.
10.
KUALITAS TEMAN
Idealnya kita berteman dengan orang-orang
yang kualitasnya jauh lebih baik dari diri kita, sehingga kita tidak merasa
paling pintar dan paling saleh. Justeru kita akan merasa paling kurang. Saat
berteman dengan orang-orang yang berkualitas, biasanya kita akan terangsang dan
termotivasi untuk belajar dan mengejar ketertinggalan. Karena itu ada yang
mengatakan, kalau kita ingin menjadi ulama maka bergaulah dengan ulama; ingin
menjadi pedagang, maka bergaullah dengan para pedagang; ingin menjadi seniman,
maka bergaulah dengan seniman. Kualitas utama teman adalah iman dan takwanya.
Abu Daud dan Turmudzi memperjelas kriteria seorang sahabat seperti diriwayatkan
dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasullulah Saw bersabda : ”Janganlah kamu bersahabat
kecuali dengan orang mukmin yang bertaqwa”. “Sesungguhnya perumpamaan teman
yang baik (saleh) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan
peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak
wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma
harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi, mungkin akan membakar bajumu
atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap” (HR. Bukhari dan
Muslim).
11.
TEMAN PALSU
Waspadai teman palsu, yakni teman yang
sesungguhnya tidak layak dijadikan teman. Setidaknya ada empat kriteria empat
palsu: Pertama, mereka yang mengajak berkawan untuk tujuan menipu. Mereka hanya
memikirkan tentang apa yang akan mereka peroleh; memberi sedikit dan berpikir
bagaimana untuk memperoleh banyak; jika mereka berada di dalam bahaya, mereka
akan melakukan hal-hal yang dapat memperkokoh persahabatan; dan bergaul dengan
kita hanya karena mereka tahu bahwa pergaulan itu memberikan keuntungan kepada
mereka. Kedua, mereka yang hanya manis di mulut saja. Mereka selalu
membicarakan hal-hal yang telah lampau dan tidak berguna; cenderung
membicarakan hal-hal yang belum terjadi; dan membantu mengerjakan hal-hal yang
tidak berguna. Jika iminta untuk membantu, mereka selalu mengatakan tidak dapat
membantu (dengan bermacam-macam alasan untuk menghindari). Ketiga, mereka yang
memuji-muji dan membujuk (penjilat). Jika kita berbuat jahat, mereka akan
setuju dan membenarkannya; jika kita tidak berbuat baik, mereka akan setuju dan
membenarkannya; di hadapan kita, mereka akan memuji-muji kita, namun di
belakang kita, mereka akan mencel kita. Keempat, mereka yang mendorong
seseorang untuk menuju ke jalan yang membawa pada kerugian dan kehancuran atau
kemaksiatan.
12.
TEMAN SEJATI
Lazim dikemukakan, teman sejati adalah teman
yang mendasarkan pertemanan semata-mata karena Allah. Ia berusaha membantu di
dalam berbagai cara, mempunyai rasa simpatik baik di dalam suka maupun duka,
serta memperkenalkan kita pada hal-hal yang berguna. Beberapa ulama generasi
Salaf menyarankan: ”Bersahabatlah dengan orang-orang yang keadaannya bisa
menunjukkan kamu ke jalan Allah”. Ali bin Abi Thalib berkata: “Temanmu yang
sebenarnya adalah orang yang ada bersamamu dan orang yang menyusahkan dirinya
agar ia bermanfaat bagimu (siap berkorban demi teman). Di waktu membimbangkan,
ia berkata terus terang kepadamu. Ia pecah berantakan agar kamu berkumpul selalu…”.
No comments:
Post a Comment