Saturday, December 24, 2016

Ibnu Sina: Dokter Pertama di Dunia



 
Setiap manusia pasti pernah mengalami sakit. Dan ketika sakit, kita pasti akan datang ke klinik atau ke rumah sakit untuk menemui dokter. Ketemunya bukan ketemu untuk ngegosip, tapi ketemu untuk berobat. Tapi, pernah gak sih kamu bertanya-tanya tentang siapa dokter pertama di dunia?
Dokter pertama di dunia adalah salah satu tokoh "cendikiawan muslim". Dia bernama Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau dikenal di Barat dengan nama Avicena (Spanyol avenSina). Dia adalah seorang Persia, fisikawan, filosofis, dan ilmuwan yang lahir pada tahun 980 Masehi atau  tahun 370 hijriyah di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia). Kemasyhurannya di dunia Barat sebagai dokter melampaui kemasyhuran sebagai Filosof, sehingga mereka memberinya gelar “the Prince of the Physicians”.
Keluarga Ibnu Sina kebanyakan bekerja dengan mengabdi pada negara. Ayahnya bekerja di pemerintahan, selain itu juga sebagai pendidik. Ibnu Sina beruntung lahir di keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Sejak kecil sang ayah mengajarinya untuk cinta ilmu. Oleh sang ayah, Ibnu Sina diajari Qur’an dan Sastra. Seorang guru pun didatangkan khusus untuk mengajari Ibnu Sina menghafal Al Qur’an. Di usia 5 tahun, Ibnu Sina telah berhasil menghafal Al Qur’an.
Ibnu Sina belajar filsafat dari Abu Abdillah an-Natili, seorang filosof kenamaan yang kebetulan sedang berkunjung ke Bukhara. Beliau diminta ayah Ibnu Sina tinggal di kediamannya untuk mengajarkan filsafat pada anaknya. Dalam waktu yang singkat Ibnu Sina berhasil menguasai filsafat sehingga membuat kagum gurunya.
Tetapi sebelum itu, Ibnu Sina sudah tekun mempelajari ilmu fiqih dari seorang ulama besar bernama Ismail yang tinggal di luar kota Bukhara. Dengan semangat yang tinggi, Ibnu Sina tidak keberatan harus bolak-balik ke rumah gurunya. Kecerdasan Ibnu Sina semakin terlihat saat beliau berusia 16 tahun. Ia sudah sanggup menerangkan kembali pada gurunya isi dari buku Isagoge (ilmu logika), buku al-Mages (ilmu astronomi kuno) dan buku Ecludis (ilmu arsitektur).
Beliau memang benar-benar murid yang cerdas. Di depan guru-gurunya, ia dapat menerangkan rumus-rumus dan berbagai kesulitan yang terdapat dalam buku-buku tersebut. Bahkan konon dalam bidang ilmu astronomi (perbintangan), beliau sudah sanggup menciptakan sebuah alat yang belum pernah dibuat para ahli sebelumnya.
Setelah berhasil mendalami ilmu-ilmu alam dan ketuhanan, Ibnu Sina pun merasa tertarik untuk mempelajari ilmu kedokteran, berkat ketekunan dan semangatnya yang tinggi dalam mempelajari ilmu tersebut, Ibnu Sina sanggup mengobati orang-orang yang sakit.
Semakin lama nama Ibnu Sina semakin terkenal, bukan saja disekitar Bukhara melainkan juga diberbagai pelosok wilayah. Orang-orang yang tertarik di bidang kedokteran mulai mendatangi Ibnu Sina untuk menimba ilmu darinya. Mereka juga mengadakan eksperimen-eksperimen mengenai berbagai cara pengobatan dibawah pengawasan dan bimbingan Ibnu Sina.
Tetapi Ibnu Sina tidak mau menjadikan ilmunya alat untuk mencari kekayaan dunia. Ia mau mengajar dan menolong orang-orang sakit ikhlas karena Allah dan terdorong rasa kemanusiaannya. Ia merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya akan mendapat pahala di sisi Allah diakherat kelak. Ibnu Sina menghabiskan waktunya untuk mengadakan penelitian-penelitian, menulis dan membaca buku-buku yang bermanfaat bagi kemajuan berbagai ilmu.
Kepopulerannya sebagai dokter bermula ketika beliau berhasil menyembuhkan Nuh bin Mansur (976-997), salah seorang penguasa Dinasti Samaniah. Banyak tabib dan ahli yang hidup pada masa itu tidak berhasil menyembuhkan penyakit sang raja.
Sebagai penghargaan, sang raja meminta Ibnu Sina menetap di istana, paling tidak untuk sementara selama sang raja dalam proses penyembuhan. Tapi Ibnu Sina menolaknya dengan halus, sebagai gantinya beliau hanya meminta izin untuk mengunjungi sebuah perpustakaan kerajaan yang kuno dan antik. Siapa sangka, dari sanalah ilmunya yang luas makin bertambah.
Ibnu Sina selain terkenal sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama dan kedokteran, beliau juga ahli dalam bidang matematika, logika, fisika, geometri, astronomi, metafisika dan filosofi. Pada usia 18 tahun, Ibnu Sina memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan. Tak hanya itu, beliau juga mendalami masalah-masalah fikih dan menafsirkan ayat-ayat Alquran. Beliau banyak menafsirkan ayat-ayat Alquran untuk mendukung pandangan-pandangan filsafatnya.
Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal. Setelah kematian ayahnya, Ibnu Sina mulai berkelana, menyebarkan ilmu dan mencari ilmu yang baru. Tempat pertama yang menjadi tujuannya setelah hari duka itu adalah Jurjan, sebuah kota di Timur Tengah. Di sinilah beliau bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan Al-Biruni. Beliau  kemudian berguru kepada Al-Biruni.
Setelah itu Ibnu Sina melanjutkan lagi perjalanannya untuk menuntut ilmu. Rayy dan Hamadan adalah kota selanjutnya, sebuah kota dimana karyanya yang spektakular “Qanun fi Thib” mulai ditulis. Di tempat ini pula Ibnu Sina banyak berjasa, terutama pada Raja Hamadan. Seakan tak pernah lelah, beliau melanjutkan lagi pengembaraannya, kali ini daerah Iran menjadi tujuannya. Di sepanjang jalan yang dilaluinya itu, banyak lahir karya-karya besar yang memberikan manfaat besar pada dunia ilmu kedokteran khususnya.
Tentu tak berlebihan bila Ibnu Sina mendapat julukan Bapak Kedokteran Dunia, karena perkembangan dunia kedokteran awal tidak bisa terlepas dari nama besar Ibnu Sina. Beliau juga banyak menyumbangkan karya-karya asli dalam dunia kedokteran. Dalam “Qanun fi Thib” misalnya, beliau menulis ensiklopedia dengan jumlah jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Beliau juga orang yang memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, dan ini dijadikan rujukan selama tujuh abad lamanya.
Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertama kalinya. Dan dari sana beliau berkesimpulan bahwa, setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki kuku saling berhubungan.
Beliau adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa berada kaitan dan saling mendukung. Lebih khusus lagi, beliau mengenalkan dunia kedokteran pada ilmu yang sekarang diberi nama patologi dan farmasi, yang menjadi bagian penting dari ilmu kedokteran. Selain “The Canon of Medicine”, ada satu lagi kitab karya Ibnu Sina yang tak kalah dahsyatnya, yaitu “Asy-Syifa”.
Kitab itu berisikan tentang cara-cara pengobatan sekaligus obatnya. Kitab ini di dunia ilmu kedokteran menjadi semacam ensiklopedia filosofi dunia kedokteran. Dalam bahasan latin, kitab ini di kenal dengan nama “Sanati”.
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai “bapak kedokteran modern.” George Sarton menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.” Karya beliau yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb),yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di Universitas Barat.
Pada hari-hari terakhirnya, Ibnu Sina mandi, bermunajat mendekatkan diri pada Allah, menyumbangkan hartanya untuk fakir-miskin, membela orang-orang yang tertindas, menolong orang yang lemah, memerdekakan budak, dan tekun membaca Al-Qur’an, saking tekunnya beliau bisa menamatkannya tiap tiga hari sekali.
Semua itu terus ia lakukan hingga ajal menjemput. Beliau wafat di Hamadzan pada hari jum’at di bulan Ramadhan 428 H dalam usia 58 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kota tersebut dan hingga sekarang masih ramai dikunjungi orang dari berbagai penjuru dunia.



Referensi:

1 comment: