Halo pembaca-pembacaku
dimanapun kalian berada! Kali ini saya akan mengulas tentang es balok. Saya tertarik
untuk mencari tahu mengenai es balok, karena saya suka melihat abang-abang bawa
gerobak yang berisi es balok dan doi ngirim es-es itu di kantin kampus UNTIRTA
kesayangan. Loh kok ngirim es baloknya di kampus? UNTIRTA itu kampus atau pasar
ikan sih?
Sebagai gambaran, Es-es
itu dibungkus dengan karung atau biasanya juga dibungkus dengan kantung kresek,
lalu dihancurkan dengan menggunakan besi atau pisau. Seperti yang kita tahu,
UNTIRTA itu panasnya minta ampun, otomatis mahasiswa/i nya selalu membutuhkan
segelas es untuk menyegarkan tenggorokan. Apalagi kalau cuaca panas, ditambah
liat mantan jalan sama pacar barunya. Ini sih udah pasti badan panas, hati juga
ikut panas (yaampun ini lebay gak sih? Haha). Dan es-es balok yang sudah
dihancurkan tadi, disediakan dengan teh manis, bisa teh poci atau teh galau
(galau karna harganya murah banget. Cuma Rp.2000! Murah banget dari harga akwa
haha). Nah! Apakah es balok itu aman untuk dikonsumsi?
Sebagai konsumen, kita
hanya bisa menikmati apa yang disajikan oleh penjual minuman, jika kita mau
protektif maka kita harus berani untuk bertanya dari mana asalnya es batu yang
dicampurkan pada minuman yang kita beli. Masalahnya, kita gak ada keberanian
buat bertanya. Sebagian orang selalu bersikap masa bodo dan gak mau tau
darimana es itu berasal.
Tidak hanya di kantin UNTIRTA
saja, di luar sana juga banyak sekali penjual-penjual es balok. Biasanya,
pedagang es balok membawa becak atau gerobak yang berisikan es balok untuk
dikirim ke para pelanggannya, es balok tersebut tidak dalam bentuk kemasan
melainkan hanya tertutupi oleh terpal, karung atau kain lainnya, padahal
bakteri atau virus penyebab penyakit selalu mengancam di tempat yang tidak
terlindungi.
Kebanyakan es balok
dibuat menggunakan air mentah. Tak jarang airnya berasal dari sungai yang
disuling dan ditambahkan bahan kimia sebagai penjernih. Kemudian dimasukan ke
dalam pendingin dan jadilah es balok. Kondisi sungai yang digunakan airnya
sebagai bahan pembuatan es balok tidak dihiraukan. Padahal kondisi sungai yang
ada di Indonesia kemungkinan besar tercemar oleh sampah domestik, pertanian,
dan industri. Hal ini menyebabkan harga es balok yang ekonomis dengan harga
setiap baloknya Rp. 6.000 – Rp. 7.000.
Menurut catatan Badan
Kesehatan dunia (WHO), air limbah domestik yang belum diolah memiliki kandungan
virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih dari 120
jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan
tinja. Sebagian besar virus patogen ini tidak memberikan gejala yang
jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya. Bakteri penghuni usus manusia dan hewan
berdarah panas ini telah mengkontaminasi hampir keseluruhan air baku air minum,
sungai, sumur. Setelah tinja memasuki badan air, Escherichia coli akan
mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondisi tertentu Escherichia coli dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix ginjal
dan hati. Sesuai Permenkes Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum,
dipersyaratkan bahwa angka Escherichia coli dalam air minum
adalah Nol per 100 ml air harus dipenuhi.
Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh salah satu
stasiun televisi swasta untuk mengetahui kandungan dalam es batu. Tim investigasi
dari stasiun televisi swasta tersebut mengambil contoh secara random di
beberapa penjual yang mencampurkan es balok pada aneka minuman yang mereka
jual. Lalu tim tersebut membawanya ke laboratorium untuk mengetes kandungan
dari es tersebut. Hasilnya sungguh menakutkan dan mengejutkan setiap orang.
Ternyata dalam es itu terkandung bakteri Escherichia coli jauh
di atas batas normal (10.000 – 20.000 per 100 mL). Dengan lain kata, es balok
ini mengandung bakteri hampir Setara dengan kotoran manusia. Dapat diartikan
bahwa air es balok lebih kotor dari pada air toilet (Anonim, 2015).
Echerichia coli merupakan bakteri yang paling tidak dikehendaki
kehadirannya di dalam air minum maupun makanan. Hal ini karena bila dalam
sumber air ditemukan bakteri Escherichia coli, maka hal ini
dapat menjadi indikasi bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran oleh tinja
manusia atau hewan-hewan berdarah panas.
Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli, merupakan
salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif yang termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae, berbentuk batang dan tidak membentuk spora. E. coli ini
sesungguhnya merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di
lingkungan sekitar manusia. Kebanyakan E. coli tidak
berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe O157:H7, dapat
mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia (Arisman, 2009).
Adapun menurut Ruth Melliawati (2009) bahwa E. coli atau Bacterium
coli commune adalah sebuah nama bakteri yang diambil dari nama orang
yang menemukannya itu Theodor Escherich. Pada tahun 1907 Massini memberi
nama E. coli sebagai Bacterium coli mutabile.
Pernyataan dalam artikel ini didukung dengan pernyatan yang ada pada buku
bahwa E. coli adalah salah satu jenis bakteri yang secara
normal hidup dalam saluran pencernaan baik manusia maupun hewan sehat. Nama
bakteri ini diambil dari nama seorang Bacteriologist yang barasal
dari German yaitu Thedor Von Escherich yang berhasil melakukan isolasi bakteri
ini pertama kali pada tahun 1885. Dr. Escherich juga berhasil membuktikan bahwa
diare dan gastroenteristis yang terjadi pada infant disebabkan oleh
bakteri E. coli (Jawetz, 1995). Sifat-sifat virulensi
dari E. coli dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. E. coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab penting
diare pada bayi, khusunya dinegara berkembang. EFEC melekat pada sel mukosa
usus kecil. Akibat dari infeksi EFEC adalah diare cair, yang biasanya sembuh
sendiri tapi dapat juga menjadi kronik.
- E. coli Enterosigenik (ETEC) adalah penyebab yang sering dari diare wisatawan dan sangat penting menyebabkan diare pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksoroksin tidak tahan panas (LT) yang berada dibawah kendali genik dari plasmid. LT bersifat antigenik dan beraksi silang dengan hetralisasi dalam serum pada orang yang sebelumnya terinfeki dengan enterosigenik E. coli.
- E. coli Enterohemoragic (EHEC) menghasilkan verotoksin. EHEC berhubungan dengan kolitis hemoragik, berbentuk diare yang berat dan dengan sidroma uremia hemolitik suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik dan trombositopenia.
- E. coli Enteroinuasif (EIEC) menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Seperti shigella, stran EIEC bersifat nonlaktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIFC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus (Jawetz, 1995).
Adapun cara mengurangi kandungan E. coli salah
satunya dengan merebus air karena seperti yang telah dijelakan di atas
bahwa E. coli termasuk bakteri mesofilik dengan suhu
pertumbuhannya dari 7ºC sampai 50ºC dan suhu optimum sekitar 37ºC (Adams dan
Moss, 2008), oleh sebab itu masaklah air yang akan digunakan sebagai bahan es
balok sampai mendidih.
Lalu bagaimana cara membedakan es yang baik untuk diminum?
Pada sebuah situs internet dimuat cara membedakan es batu dari air mentah dan
es batu dari air matang (Fitrah, 2012).
a. Ciri-ciri
Es batu yang terbuat dari Air Mentah:
1. Perhatikan Warna Es. Es yang
dibuat dari air mentah memiliki warna yang putih. Secara ilmiah, air yang
bersuhu dingin akan meyebabkan udara terperangkap di dalam air. sehingga ketika
air tersebut membeku maka akan tampak gelembung udara tadi menjadi berwarna
putih seperti salju.
2. Jumlah Gelembung
Es. Gelembung-gelembung udara akan tampak di dalam es dengan jumlah yan
begitu besar.
b. Ciri-ciri Es batu yang menggunakan
Air Masak/Matang:
1.
Kejernihan
Es. Es batu yang menggunakan air masak akan terlihat lebih jernis dan
sangat bening. Hal ini dikarenakan udara sudah lepas ketika proses
pemasakan air. Es juga akan terlihat jernih tanpa kotoran karena Sebelum
dijadikan es, terlebih dahulu air yang sudah dimasak di dinginkan sehingga
kotoran-kotoran air akan mengendap seluruhnya.
2. Gelembung Es. Secara Ilmiah,
walaupun saat pendinginan air menjadi es pada suhu 0°C, udara tidak bisa masuk
kedalam pembungkus es batu sehingga sangat sedikit gelembung yang terperangkap
di dalam es batu. Ini juga membuktikan bahwa kandungan udara di dalam air
menjadi berkurang.
Setelah mengetahui
informasi ini kita harus berhati-hati bila mengkonsumsi minuman dingin dari
warung tepi jalan serta restoran-restoran siap saji.
Sekarang kita sudah mengetahui
bahaya dari Es batu bagi tubuh kita, biasakan minum Es batu yang kita buat
sendiri atau mengkonsumsi minuman ditempat yang menjual es batu kristal sehingga lebih aman bagi kesehatan kita.
Referensi:
Adams
MR, Moss MO. Food Microbiology 3rd Edition. Cambridge: RSC Pub.
2008.
Arisman.
Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: EGC. 2009.
Fadilah,
Meiry. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: UIN-Press. 2011.
Forsythe
SJ. The Microbiology of Safe Food. London: Blackwell Science. 2000.
Jawetz,
dkk.. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 20. Jakarta: EGC. 1995.
Pelczar,
Michael. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press. 1988.
Songer,
J.G. dan Post, K.W. Veterinary Microbiology: Bacterial and Fungal
Agents of Animal Disease, Elsivier Saunders. 2005.
Anonim,
Bahaya Es Batu Dalam Kesehatan.
Departemen
Kesehatan, Persyaratan Kualitas Air Minum.
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/53_Permenkes%20492.pdf
Fitrah, Cara Mebedakan Es Batu dari Air Mentah dan Es Batu dari Air Matang.
Fitrah, Cara Mebedakan Es Batu dari Air Mentah dan Es Batu dari Air Matang.
I
Wayan, dkk., Identifikasi Escherichia coli O157: H7 Dari Feses Ayam dan Uji
Profil Hemolisisnya Pada Media Agar Darah.
Kementrian
Kesehatan, Pengawasan Kualitas Air Minum.
Ruth
Melliawati, Esherichia coli dalam kehidupan manusia.
sangat bermanfaat infonya
ReplyDeleteElever Media Indonesia