Wednesday, December 14, 2016

Filsafat Ilmu



A.    Pengertian Filsafat Ilmu
1.      Secara Etimologi
Menurut Wikipedia, Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

2.      Secara Terminologi
a.       Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual).
b.       Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole”. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan).
c.        A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines”. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
d.       Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah).
e.        May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science”. (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu).
f.        Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error”. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan).
g.       Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
1.       Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan? (Landasan ontologis)
2.       Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
3.       Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis).

B.     Konsep dalam Ilmu
1.      Konsep Klasifikasi adalah suatu konsep yang meletakan obyek yang sedang ditelaah dalam suatu kelas tertentu. Contohnya: konsep taxonomi dalam botani dan zoologi.
2.      Konsep Perbandingan merupakan konsep yang lebih efektif dalam memberikan informasi. Konsep ini berperan sebagai perantara antara konsep klasifikasi dan konsep kuantitatf. Konsep perbandingan melibatkan suatu struktur hubungan logis yang rumit. Sekali kita menetapkan struktur ini maka kita tidak bebas lagi untuk menolak dan mengubahnya. Jadi kita melihat dua segi di mana konsep perbandingan dalam ilmu tidak bersifat konvensional: mereka harus diterapkan kepada fakta-fakta alami dan mereka harus sesuai dengan struktur hubungan logis.
3.      Konsep Kuantitatif, konsep ini mempunyai pasangan yang berhubungan dengan konsep komparatif dimana dalam perkembangan sebuah bidang keilmuan, biasanya berfungsi sebagai langkah pertama terhadap kuantiatif.

C.    Ciri-Ciri dan Cara Kerja Filsafat Ilmu
1.      Mengkaji dan menganalisis konsep-konsep, asumsi, dan metode ilmiah.
2.      Mengkaji keterkaitan ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya.
3.      Mengkaji persamaan ilmu yang satu dengan yang lainnya, tanpa mengabaikan persamaan kedudukan masing-masing ilmu.
4.      Mengkaji cara perbedaan suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya.
5.      Mengkaji analisis konseptual dan bahasa yang digunakannya.
6.      Menyelidiki berbagai dampak pengetahun ilmiah terhadap:
a.       Cara pandang manusia
b.      hakikat manusia
c.       nilai-nilai yang dianut manusia
d.      tempat tinggal manusia
e.       sumber-sumber pengetahuan dan hakikatnya
f.       logika dengan matematika
g.      logika dan matematika dengan realitas yang ada

D.    Tujuan Filsafat Ilmu
1.      Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara mnyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.      Memahami sejarah pertumbuhan perkembangan dan kemajuan ilmu diberbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3.      Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non-ilmiah.
4.      Mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan dan mengembangkannya.
5.      Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Sementara itu Obyek material filsafat adalah fenomena-fenomena didunia ini yang ditelaah oleh ilmu, sedang obyek formal adalah pusat perhatian dalam penelaahan ilmuan terhadap fenomena itu. Penggabungan antara obyek material dan obyek formal sehingga merupakan pokok soal tertentu yang dibahas dalam pengetahuan ilmiah merupakan obyek yang sebenarnya dari cabang ilmu yang bersangkutan. Pembagian obyek-obyek itu dikemukakan oleh George Klubertanz. Penjelasan yang diberikannya berbunyi demikian: Obyek material secara tak menentu dan dalam keseluruhannya menunjukkan pokok soal suatau pengetahuan (terutama suatu pengetahuan demonstratif) dalam hubungan dengan proposisi-proposisi yang dapat dibuat tentangnya. Dengan kata sifat “material”   kita tidak mengimplikasikan bahwa ada materi dalam susunan pokok soal itu, kita bermaksud menunjukkan bahwa obyek itu bagi pengetahuan seperti bahan-bahan bagi seorang seniman atau seorang tukang.
Bila kita memandang pengetahuan-pengetahuan demonstratif sebagaimana telah dikembangkan dewasa ini, kita menemukan bahwa ada pengetahuan-pengetahuan berbeda-beda tentang pokok soal yang sama (misalnya, Biologi, Psikologi, dan Filsafat kodrat manusia mempunyai sekurang-kurangnya sebagian, pokok soal yang sama, manusia). Dan semuanya itu bermaksud menemukan apa yang dapat diketahui tentang manusia, semuanya itu mempunyai obyek material yang sama. Lalu apa perbedaaannya? cara-cara mengetahui, dan macam-macam pengetahuan yang diperolehnya, berbeda-beda, macam perbedaan ini adalah obyek yang dipandang secara eksplisit sebagaimana obyek itu dapat diketahui. Oleh karenanya, cara pengetahuan kita, asas-asas yang kita pakai, jenis argumentasi yang kita gunakan, termasuk dalam pengertian obyek formal. Untuk memberikan lukisan yang cermat dan lengkap tentang suatu pengetahuan, kita menunjukkan obyek materialnya sebagaimana dicirikan oleh obyek formalnya, ini kita sebut obyek sebenarnya dari suatu pengetahuan.


Daftar Pustaka:
Abbas Hamami M. 1976. Filsafat (Suatu Pengantar Logika Formal-Filsafat Pengatahuan). Yogyakarta : Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM.
Abbas Hamami M1982. Epistemologi Bagian I Teori Pengetahuan. Diktat. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.

Referensi:

No comments:

Post a Comment