Pendidikan dihadapkan
pada perumusan tujuan yang mendasar dan mendalam, sehingga diperlukan analisis
dan pemikiran filosofis. Selain perumusan tujuan, seluruh aspek dalam
pendidikan mulai dari konsep, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi membutuhkan
pemikiran filosofis.
Dalam perkembangan
pendidikan menjadi cabang ilmu yang mandiri dipengaruhi oleh pandangan dan
konsep yang dikemukan oleh para filosofi..
1.
Plato
(428-348 SM)
Plato merupakan
filosofi yunani yang aktif mengembangkan filsafat dengan mendirikan sekolah
khusus yang disebut ‘academia’. Plato berpandangan bahwa konsep ide merupakan
pandangan terdapat suatu dunia di balik alam kenyataan, sebagai hakikat dari
segala yang ada. Artinya apa yang diamati sehari-hari adalah ide tersebut, sebagai
sumber segala yang ada: kebaikan dan keburukan. Ide merupakan suatu hal yang
objektif yang didalamnya berpusat dan dikendalikan oleh puncak ide yang
digambarkan sebagai ide tentang kebaikan yang diformulasikan sebagai tuhan.
2. Aristoteles (384 – 348 SM)
Aristoteles yang
merupakan bapak ilmu berpandangan bahwa ilmu pendidikan dibangun melalui riset
pendidikan. Riset merupakan suatu gerak maju dan kegiatan-kegiatan observasi
menuju prinsip-prinsip umum yang bersifat menerangkan dan kembali kepada
observasi. Pandangan ini berkembang pada abad 13 – 14.
Aristoteles
berpandangan bahwa ilmuan hendaknya menarik kesimpulan secara induksi dan
deduksi. Dalam tahapan induksi, generalisasi-generalisasi
(kesimpulan-kesimpulan umum) tentang bentuk ditarik dari pengalaman
pengindraan. Selanjutnya kesimpulan yang diperoleh dari tahapan induksi
dipergunakan untuk premis-premis untuk deduksi dari pernyataan-pernyataan
tentang observasi. Penyempurnaan teori aristoteles dilakukan oleh beberapa
filosofi lain yaitu:
a. Robert Grosseteste
Menyebutkan bahwa
metode induktif-deduktif Aristoteles sebagai Metode perincian dan penggabungan.
Tahap Induksi meruapakan sebuah perincian gejala yang menjadi unsur-unsur pokok
dan tahap deduksi sebagai penggabungan unsur-unsur poko yang membentuk gejala
asli.
b. Roger Bacon
Mengusulkan agar
matematika dan eksperimen merupakan dua instrumen utama dari penyelidikan
ilmiah. Dia mengemukakan ada tiga hak istimewa Ilmu Eksperimental : (1)
kesimpulan yang diperoleh melalui penalaran induksi diuji lebih dulu dengan
eksperimen; (2) penggunaan eksperimen dalam penyelidikan ilmiah menambah
ketelitian dan keluasan pengetahuan faktual; (3) dengan kekuatannya sendiri,
tanpa bantuan ilmu-ilmu lainnya, eksperimen dapat menyelidiki rahasia alam.
c. John Duns Scotus
Menegaskan
sebuah metode induksi dalam bentuk persamaan, yaitu merupakan teknis analisis
sejumlah hal khusus yang mempunyai pengaruh khusus terhadap peristiwa.
d. Ockham
Menegaskan
metode induksi dalan bentuk perbedaan, bahwa ilmuwan dalam menyusun pengetahuan
tentang apa yang diciptakan Tuhan dengan melalui induksi hanya terdapat
kesatuan-kesatuan yang bersifat pembawaan di antara gejala-gejala. Metode
Ockham membandingkan dua hal khusus dimana yang satu ada pengaruhnya dan
satunya lagi tidak ada pengaruhnya.
3.
Johan Amos
Comenius
Filsuf
pertama yang memperhatikan dan memberikan konsidensi terhadap orientasi
pemikiran filsafat pendidikan adalah Johan Amos Comenius seorang pendeta
Protestan. ia berpandangan bahwa manusia itu diciptakan oleh Tuhan dan untuk
Tuhan. Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua makhluk, karena
kemampuannya dalam berfikir. Percikan pemikiran Comenius berpengaruh pada
teori-teori pendidikannya. Salah satunya adalah peserta didik harus
dipersiapkan kepada dan untuk Tuhan.
Comenius
juga berpendapat tentang prosedur dalam bidang pendidikan bahwa dari pada
membuat kerusakan pada proses alam, lebih baik bersahabat dengan proses alam
tersebut. Pendapatnya ini berimplikasi pada pelaksanaan pendidikan dengan
keharusan tidak merusak alam dan meniru perkembangan alam. Artinya proses
pendidikan tidak dilakukan secara tergesa-gesa, melainkan dilakukan secara
terencana dan bertahap sesuai dengan tahapan perkembangan fisik dan psikis
peserta didik.
Hal
tersebut awal dari pemikiran filsafat pendidikan naturalisme yang lahir pada
abad 17 dan mengalami perkembangan pada abad 18. Dimensi mengenai pemikiran
filsafat pendidikan naturalisme adalah sebagai berikut:
a. Dimensi
utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang
pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukan oleh Comenius.
b. Dimensi
kedua dari filsafat pendidikan Naturalisme yang juga dikemukakan oleh Comenius
adalah penekanan bahwa belajar itu merupakan kegiatan melalui Indra.
c. Dimensi
ketiga dari filsafat pendidikan Naturalisme adalah pentingnya pemberian
pemahaman pada akal akan kejadian atau fenomena dan hukum alam melalui
observasi. Observasi berarti mengamati secara langsung fenomena yang ada di
alam ini secara cermat dan cerdas. Pendapat Copernicus di atas sangat
berpengaruh pada abad ke 18, sehingga abad ini dikenal dengan sebutan abad
rasio (age of reason) atau Rasionalisme.
d. Demensi
terakhir dari percikan pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme juga
dikembangkan oleh Jean Jacques Rousseau berkebangsaan Prancis yang naturalis
mengatakan bahwa pendidikan dapat berasal dari tiga hal, yaitu ; alam, manusia
dan barang. Bagi Rousseau seorang anak harus hidup dengan prinsip-prinsip alam
semesta.
Naturalisme
di bidang pendidikan juga dielaborasi oleh kerangka pemikiran John Locke, Ia
mengemukakan bahwa teori dalam jiwa diperoleh dari pengalaman nyata, tidak ada
sesuatu dalam jiwa tanpa melalui indra. Jiwa senantiasa kosong dan hanya terisi
apabila ada pengalaman. Oleh karena alam merupakan spot power bagi
pengisian jiwa, maka proses pendidikan harus mengikuti tata-tertib perkembangan
alam. Kalau alam serba teratur, ia menghendaki pengajaranpun harus teratur.
Mata pelajaran harus diajarkan secara berurutan (sequence) , step
by step dan tidak bersamaan.
Selain tokoh-tokoh barat, filsafat pendidikan dalam pandangan
tokoh filosofi islam sebagaimana diuraikan berikut:
1.
Ibnu Khaldun
(1332 – 1406 M)
Filosofi
Islam yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan merupakan kemampuan manusia untuk
membuat analisis dan strategis sebagai hasil dari proses berfikir. Pendidikan
merupakan transformasi nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk
mempertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan juga
merupakan upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.
2.
Abduh Ibnu
Hasan Khairullah (1849 – ….M)
Filosofi
Islam dari Mesir mengemukakan bahwa pendidikan bertujuan mendidik akal dan jiwa
serta mengembangkannya hingga batas-batas yang memungkinkan anak didik mencapai
kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Proses pendidikan dapat membentuk
kepribadian muslim yang seimbang, pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek
kognitif (akal) semata tapi perlu menyeleraskan dengan aspek afektif (moral)
dan psikomotorik (keterampilan).
3.
Muhammad
Iqbal (1877 – 1938M)
Filosofi
Islam dari India, berpandangan bahwa pendidikan merupakan bagian tidak dapat
dipisahkan dari peradaban manusia, bahkan pendidikan merupakan subtansi dari
peradaban manusia. Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu memadukan
dualisme (antara aspek keduniaan dan aspek keakhiratan secara sama dan
seimbang).
4.
Ahmad Dahlan
(1869 – 1923M)
Ahmad
Dahlan adalah tokoh pendiri Muhammadiyah yang berpandangan bahwa pendidikan
bertujuan menciptakan manusia yang (1) baik budi, yaitu alim dalam agama; (2)
luas pandangan, yaitu alam dalam ilmu-ilmu umum dan (3) bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakat. Pendidikan agama dan pendidikan umum dipadukan secara
selaras dan berpegang kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Referensi:
No comments:
Post a Comment