Karet adalah sebuah benda
yang dapat melar dan fleksibel. Sedangkan besi adalah benda yang padat dan
keras serta sulit untuk diubah bentuknya kecuali dengan dibakar dan dipanaskan
terlebih dahulu. Lalu mengapa harus menjadi karet dan jangan menjadi besi? secara
fisik besi memang merupakan benda yang lebih kuat dan tahan lama dibandingkan
dengan karet. Tetapi secara filosofis karet memiliki arti yang jauh lebih
bermakna, dalam konteks ini akan coba kita kaitkan dengan konsep ‘adaptasi’.
Bagaimana kemampuan sebuah
karet yang mampu menjadi melar serta menyesuaikan bentuknya sesuai dengan
kondisi dan bentuk dari wadah atau sesuatu benda sesuai dengan apa yang
diinginkan. Bandingkan dengan besi, apakah besi dapat melakukan hal tersebut.
Tentunya butuh usahanya yang super ekstra untuk membuat besi dapat menyesuaikan
dengan bentuknya yang kita inginkan.
Belajarlah menjadi sebuah
karet yang mampu beradaptasi dilingkungan seperi apapun, berlatihlah mengubah
kebiasaan diri dalam situasi-situasi yang berbeda. Jangan bersikap layaknya
besi, yang terus menerus mempertahankan gaya lama disituasi yang berbeda dan
mungkin hanya dapat berubah dengan terlebih dahulu dipaksa serta ditempa dulu
dengan api yang bertubi-tubi.
Adaptasi dan Mahasiswa
Manusia adalah makhluk
sosial, manusia tak akan dapat hidup tanpa ada campur tangan orang lain dalam
kehidupannya. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan bersosialisasi.
Lalu apa yang kita lakukan untuk dapat berinteraksi dan melakukan proses sosialisasi
tersebut? Salah satu caranya adalah dengan menjadi seperti karet tadi dan mampu
beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Kemampuan adaptasi ini pula lah yang
dibutuhkan oleh mahasiswa untuk dapat merealisasikan mimpinya menyelesaikan
kuliah dan mendapatkan kesuksesannya setelah lulus.
Tidak dapat dipungkiri,
setiap mahasiswa tentunya memiliki perbedaan. Perbedaan ini meliputi berbagai
aspek kehidupan, mulai dari perbedaan latar belakang, perbedaan gaya hidup
sampai perbedaan pola pikirnya terhadap suatu permasalahan. perbedaan ini
bisanya diawali dengan sebuah kecenderungan seseorang untuk bergaul dengan
sebuah komunitas yang sama dengan dirinya. Kemudian diikuti oleh
individu-individu lain yang juga memiliki kecenderungan yang sama untuk bergaul
dengan lingkungan lainnya yang sama dengan diri mereka. Sehingga muncullah
berbagai komunitas-komunitas dengan kecenderungan yang berbeda-beda.
Setiap perbedaan-perbedaan
ini ketika tidak dapat menyikapinya dengan bijak maka akan cenderung mampu
menimbulkan sebuah konflik. Boro-boro mau
interaksi, yang ada malah konflik. Karena pada dasarnya setiap kita (individu
mahasiswa) adalah bagian dari masyarakat kampus, yang mana di dalamnya terdiri
dari berbagai macam komunitas, maka dari itu dibutuhkan sebuah kemampuan untuk
beradaptasi agar kita mampu menghargai perbedaan. Sehingga dengan begitu, kita
akan menjadi seseorang yang dapat diterima di dalam setiap komunitas tersebut.
Dengan kemampuan adaptasi
ini kita juga akan mampu bersikap lebih tenang saat-saat kita sedang menghadapi
suatu keadaan sulit dan keadaan itu mungkin sesuatu hal yang tidak dapat kita
terima. Ditambah lagi kondisi tersebut juga tak mudah untuk diubah. Maka dengan
kemampuan untuk dapat menjadi karet ini kita akan mampu bersikap lebih bijak
dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang kita hadapi tersebut.
Dan bahkan bukan tidak mungkin dengan itu kita mampu menjadikan kondisi negatif
menjadi peluang untuk lebih dapat mengembangkan diri sehingga kita akan
mendapatkan efek positif dari kondisi tersebut.
No comments:
Post a Comment