Wednesday, December 28, 2016

Filosofi Pena



Kehidupan manusia dari beberapa abad tidak bisa dijauhkan dari unsur pena. Tingkat kemajuan termasuk peradaban manusia berubah sedikit demi sedikit tidak lepas dari peran pena.
Pena bisa mengambil peran hampir sepadan dengan Pangan, Papan dan tentu saja Sandang. Bagaimana tidak, selain kebutuhan jasmaniyah, manusia memerlukan unsur unsur pemikiran yang berkaitan dengan perkembangan budaya di sekitar lingkungan mereka.
Perkembangan sosial mendorong mereka untuk menghasilkan karya-karya yang tentu saja membawa dampak perubahan kreativitas baik itu seni maupun dalam bidang science.
Perkembangan pendidikan dengan peran pena di tangan mereka yang mampu menuliskan ide-ide cemerlang manusia ke dalam bentuk tulisan. Tidak dapat dipungkiri bahwa komunikasi mengambil peran yang sangat penting dalam kehidupan dan kemajuan peradaban dari sebuah negara.
Pena mampu menuangkan berbagai imajinasi. Bukan hanya sekedar ide tulisan, bahkan berbagai lukisan, gambar dan segala bentuk apresiasi perasaan anak manusia bisa dituliskan. Maka bisa dikatakan, boleh jadi komunikasi bibir tidak bisa mengungkapkan perasaan seseorang, tapi pena dengan senang hati menjadi solver untuk masalah ini.
Maka tidak berlebihan jika pena telah menjadi part of soul nya manusia. Berbagai profesi tidak luput dari peran pena. Tentunya kita bisa lihat seorang pedagang di pasar pun tidak jauh bedanya dengan CEO perusahaan internasional yang sama sama membutuhkan pena.
Terlahirnya karya karya fenomenal baik itu dari seorang Ilmuwan, Ulama, Pujangga, Lyric Writers, Novelis dan masih banyak lagi tentunya tidak lepas dari pena. Rasa humanis yang ada di setiap masing masing individu lah sebagai motor penggerak pena. Sosialitas yang tinggi menuntut pikiran dan hati mereka membangun sesuatu yang dapat berguna bagi sesama manusia.
Maka sama sekali tidak salah jika ada seseorang yang beranggapan bahwa hidupnya sungguh akan sia sia jika dia hidup hanya untuk dia sendiri, sehingga pada diri manusia muncul rasa membutuhkan antara satu sama lain.
Telah menjadi fitrah manusia bahwa mereka dilahirkan untuk saling melengkapi dengan yang lain. Pena bisa dikatakan sebagai koneksi telepati bahkan ungkapan seluruh ekspresi luapan perasaan individu.
Walaupun jaman telah berganti abad, perkembangan teknologi yang semakin meroket canggih, tentu sang pena pun tidak bisa lenyap begitu saja. Dari setetes tinta lah satu kata ilmu bisa tersampaikan di bumi ini.
Maka sungguh tidak berlebihan jika Tuhan berkata, ” Sungguh jika lautan ini dijadikan tinta, maka dari itu belumlah seberapa”. Dan benar adanya, perkembangan dunia pengetahuan tidak ada kata “mundur”, perkembangan yang sangat signifikan menunjukkan kemajuan berbagai dimensi ilmu pengetahuan.

Pena menyempurnakan senyuman
Pena menyediakan sandaran kesedihan
Pena mengungkapkan dimensi kreatifitas
Pena menyertai perjalanan hidup manusia dari mereka lahir ke dunia sampai persiapan masuk liang lahat.

Balita menunjukkan ekpresi belajar tentunya mencari pena untuk latihan coret mencoret dimana proses ini akan terus berlangsung sampe mereka tua dan pada akhirnya persiapan masuk liang lahat pun membutuhkan pena karena pembagian warisan di notaris pun juga butuh pena.

“Setitik tinta yang keluardaripena, ada pengaruh di dalamnya.”

Ia bisa tergores di mana saja, entah membentuk huruf, angka, simbol, atau semantik atau sekedar coret tak berarti. Dimana pun ia berada, ia akan selalu menuliskan sesuatu, dimana pun dirimu selalu memberi pengaruh di sekitarnya. Ia ramping tak berdaya, namun ia bisa menusuk tanpa perlu menusuk. Fisik bukan kendala untuk menjadi kuat di sisi lain. Kau bisa melawan kelaliman sekalipun kepalanmu tak cukup kuat menjatuhkan lawan. Ia bisa membahagiakan sekalipun si empunya tak bersua. Kau bisa menjadi orang yang mampu membahagiakan orang lain. Ia tak terhapus, ia hanya bisa ditutupi, atau mungkin ditutupi oleh coretan koreksi. Kesalahanmu yang pernah kau lakukan tak bisa dihapus dengan mudah, setidaknya Tuhan telah mengenangmu sebagai pelaku kesalahan. Namun, Ia selalu memberi kesempatan untuk mengoreksi setiap kesalahan, setidaknya tidak mengulang. Paling baik bisa lebih baik.Tak ada yang tahu, tak ada yang mau tahu seberapa banyak tinta yang dimiliki pena, yang ia gunakan untuk menulis hingga ia habis. Entah habis untuk menulis coretan, serapah, kecaman, atau inspirasi. Segala coretan itu kelak menjadi arsip sejarah yang berharga, atau mungkin hanya coretan kusut tanpa makna. Tak ada yang tahu (sekalipun dapat diketahui), tak ada yang mau tahu seberapa lama umur yang Tuhan berikan untukmu, entah kau gunakan untuk hal baik atau buruk, entah tindak tandukmu kelak dikenang umat, atau mengenangmu sebagai pecundang. Tak peduli bagaimanapun kamu menggenggam pena, tak peduli dipegang oleh kanan atau kiri, pena tak berubah warnanya. Tak peduli perubahan yang terjadi, kau tetap bertahan pada prinsip dan jati diri yang kau punya.


Referensi:

No comments:

Post a Comment