Kehidupan
manusia dari beberapa abad tidak bisa dijauhkan dari unsur pena. Tingkat
kemajuan termasuk peradaban manusia berubah sedikit demi sedikit tidak lepas
dari peran pena.
Pena bisa
mengambil peran hampir sepadan dengan Pangan, Papan dan tentu saja Sandang.
Bagaimana tidak, selain kebutuhan jasmaniyah, manusia memerlukan unsur unsur
pemikiran yang berkaitan dengan perkembangan budaya di sekitar lingkungan
mereka.
Perkembangan
sosial mendorong mereka untuk menghasilkan karya-karya yang tentu saja membawa
dampak perubahan kreativitas baik itu seni maupun dalam bidang science.
Perkembangan
pendidikan dengan peran pena di tangan mereka yang mampu menuliskan ide-ide
cemerlang manusia ke dalam bentuk tulisan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
komunikasi mengambil peran yang sangat penting dalam kehidupan dan kemajuan
peradaban dari sebuah negara.
Pena mampu
menuangkan berbagai imajinasi. Bukan hanya sekedar ide tulisan, bahkan berbagai
lukisan, gambar dan segala bentuk apresiasi perasaan anak manusia bisa
dituliskan. Maka bisa dikatakan, boleh jadi komunikasi bibir tidak bisa
mengungkapkan perasaan seseorang, tapi pena dengan senang hati menjadi solver
untuk masalah ini.
Maka tidak
berlebihan jika pena telah menjadi part
of soul nya manusia. Berbagai profesi tidak luput dari peran pena. Tentunya
kita bisa lihat seorang pedagang di pasar pun tidak jauh bedanya dengan CEO
perusahaan internasional yang sama sama membutuhkan pena.
Terlahirnya
karya karya fenomenal baik itu dari seorang Ilmuwan, Ulama, Pujangga, Lyric Writers, Novelis dan masih banyak
lagi tentunya tidak lepas dari pena. Rasa humanis yang ada di setiap masing
masing individu lah sebagai motor penggerak pena. Sosialitas yang tinggi
menuntut pikiran dan hati mereka membangun sesuatu yang dapat berguna bagi
sesama manusia.
Maka sama sekali tidak salah jika
ada seseorang yang beranggapan bahwa hidupnya sungguh akan sia sia jika
dia hidup hanya untuk dia sendiri, sehingga pada diri manusia muncul
rasa membutuhkan antara satu sama lain.
Telah menjadi
fitrah manusia bahwa mereka dilahirkan untuk saling melengkapi dengan yang
lain. Pena bisa dikatakan sebagai koneksi telepati bahkan ungkapan seluruh
ekspresi luapan perasaan individu.
Walaupun jaman
telah berganti abad, perkembangan teknologi yang semakin meroket canggih, tentu
sang pena pun tidak bisa lenyap begitu saja. Dari setetes tinta lah satu kata
ilmu bisa tersampaikan di bumi ini.
Maka sungguh
tidak berlebihan jika Tuhan berkata, ” Sungguh jika lautan ini dijadikan tinta,
maka dari itu belumlah seberapa”. Dan benar adanya, perkembangan dunia
pengetahuan tidak ada kata “mundur”, perkembangan yang sangat signifikan
menunjukkan kemajuan berbagai dimensi ilmu pengetahuan.
Pena menyempurnakan senyuman
Pena menyediakan sandaran kesedihan
Pena mengungkapkan dimensi
kreatifitas
Pena menyertai perjalanan hidup
manusia dari mereka lahir ke dunia sampai persiapan masuk liang lahat.
Balita
menunjukkan ekpresi belajar tentunya mencari pena untuk latihan coret mencoret
dimana proses ini akan terus berlangsung sampe mereka tua dan pada akhirnya
persiapan masuk liang lahat pun membutuhkan pena karena pembagian warisan di
notaris pun juga butuh pena.
“Setitik
tinta yang keluardaripena, ada pengaruh di dalamnya.”
Ia bisa tergores di mana saja, entah membentuk huruf, angka,
simbol, atau semantik atau sekedar coret tak berarti. Dimana pun ia berada, ia
akan selalu menuliskan sesuatu, dimana pun dirimu selalu memberi pengaruh di
sekitarnya. Ia ramping tak berdaya, namun ia bisa menusuk tanpa perlu menusuk.
Fisik bukan kendala untuk menjadi kuat di sisi lain. Kau bisa melawan kelaliman
sekalipun kepalanmu tak cukup kuat menjatuhkan lawan. Ia bisa membahagiakan
sekalipun si empunya tak bersua. Kau bisa menjadi orang yang mampu
membahagiakan orang lain. Ia tak terhapus, ia hanya bisa ditutupi, atau mungkin
ditutupi oleh coretan koreksi. Kesalahanmu yang pernah kau lakukan tak bisa dihapus
dengan mudah, setidaknya Tuhan telah mengenangmu sebagai pelaku kesalahan.
Namun, Ia selalu memberi kesempatan untuk mengoreksi setiap kesalahan,
setidaknya tidak mengulang. Paling baik bisa lebih baik.Tak ada yang tahu, tak
ada yang mau tahu seberapa banyak tinta yang dimiliki pena, yang ia gunakan
untuk menulis hingga ia habis. Entah habis untuk menulis coretan, serapah,
kecaman, atau inspirasi. Segala coretan itu kelak menjadi arsip sejarah yang
berharga, atau mungkin hanya coretan kusut tanpa makna. Tak ada yang tahu
(sekalipun dapat diketahui), tak ada yang mau tahu seberapa lama umur yang
Tuhan berikan untukmu, entah kau gunakan untuk hal baik atau buruk, entah
tindak tandukmu kelak dikenang umat, atau mengenangmu sebagai pecundang. Tak
peduli bagaimanapun kamu menggenggam pena, tak peduli dipegang oleh kanan atau
kiri, pena tak berubah warnanya. Tak peduli perubahan yang terjadi, kau tetap
bertahan pada prinsip dan jati diri yang kau punya.
Referensi:
No comments:
Post a Comment