Luka batin akibat merasa disakiti,
dibohongi, ditipu, dikecewakan, dan berbagai macam bentuk "di"
lainnya, pastinya akan memberi pengajaran pada kita untuk lebih bijaksana,
dewasa, dan berhati-hati lagi dalam menghadapi kehidupan kita sehari-hari.
Karena berbagai faktor, orang lain
yang sudah kita percayai, kadang bisa membuat luka di batin kita, yang menurut
kita sukar untuk disembuhkan.
Jika saat ini kita termasuk orang yang sedang dilukai
batinnya...
Apakah kita harus egois, angkuh,
congkak, sombong, arogan, dengan apa yang sedang kita rasakan? Haruskah kita
terus tenggelam dalam perasaan-perasaan atas luka-luka batin kita, sementara
setiap orang sudah memiliki jalan hidupnya sendiri-sendiri?
Memaafkan, kemudian menjadi salah
satu aktivitas yang sangat merugikan bagi kita... Padahal, kemuliaan insan
terletak pada aktivitas yang satu ini.
Tak sayangkah kita pada hati kita
sendiri, dengan memendam dendam berkepanjangan, dengan membiarkan rasa sakit
terus larut di dasar lubuk hati kita...?
Lalu pertanyaannya adalah...Inikah kita?
Pun jika saat ini kita termasuk
orang yang melukai hati orang lain, kita ternyata dengan tanpa sadar telah
menyakiti hati orang lain, yang dekat dengan kita. dan yang kita sudah
kita percayai.
Apakah kita akan tetap arogan dan egois dengan segala
kesalahan kita?
Lalu pertanyaannya adalah...Inikah kita?
Meminta maaf menjadi sebuah
aktivitas yang menurut kita akan menjatuhkan harga diri kita. Padahal, meminta
maaf dan menyadari kesalahan kita sebagai manusia biasa ini, adalah merupakan
bentuk kerendah hatian kita, menghormati orang lain dan memohon berkah dari
orang yang telah kita sakiti, meski kita tak bermaksud menyakitinya. Menjaga
hati orang lain, mulia bagi kita, menuntun langkah kita ke depan agar kehidupan
kita menjadi lebih baik lagi.
Belajar pada embun pagi yang selalu
setia datang ke bumi meski awan tebal menyertainya, meski hujan dan badai
sedang bergemuruh, meski kelak matahari tak sanggup meluruhkan sinarnya ke bumi
karena awan yang menghalanginya, meski angin kian berderak kencang
menggoyangkan pohon-pohon hingga ke rumput yang paling bawah sekalipun.
Dia, selalu datang ke bumi dengan
ketulusannya, berniat menyegarkan dan meyejukkan hari ini, dan hari-hari kita
selanjutnya. Ada atau tidak ada matahari yang kelak menguapkannya. Ada atau
tidak ada angin, yang kelak menyapu bersih setiap butir-butir beningnya. Dengan
rendah hati pula, embun turun tanpa kita tahu kehadirannya. Yang kita rasakan
adalah kesejukan yang dibawanya; ciri khasnya yang teramat indah... Bagai
kristal cantik dengan kualitas sempurna. Embun akan selalu datang tak peduli
kita bisa menikmati keindahannya atau tidak. Namun satu yang pasti, bahwa sang
embun mempunyai niat yang baik, menyatakan kesegaran dan kebeningan alamiahnya
yang eksotis.
Mampukah kita seperti embun pagi?
Dengan kehadirannya yang sederhana tapi memikat setiap mata yang
memperhatikannya. Lihatlah butiran-butiran embun di dedaunan itu, atau di atas
kembang yang berwarna warni, atau di rerumputan itu... Cantik bukan...? Dia
selalu menawarkan dan memberikan sejuk dengan damainya merata bagi seluruh
bumi.
Menguak harapan baru di setiap hari-hari baru kita pada
detik-detiknya.
Meski dia datang dari langit, dia tak akan pernah lupa dari
mana dia berasal...
Memaafkan dan meminta maaf memang
menuntut adanya keikhlasan, kebeningan, dan kerendah hatian dari jiwa kita...
Sumber: http://meworldwords.blogspot.co.id/2010/08/memaafkan-dan-meminta-maaf-filosofi.html
No comments:
Post a Comment