Friday, December 30, 2016

Filosofi Embun Pagi



Luka batin akibat merasa disakiti, dibohongi, ditipu, dikecewakan, dan berbagai macam bentuk "di" lainnya, pastinya akan memberi pengajaran pada kita untuk lebih bijaksana, dewasa, dan berhati-hati lagi dalam menghadapi kehidupan kita sehari-hari.
Karena berbagai faktor, orang lain yang sudah kita percayai, kadang bisa membuat luka di batin kita, yang menurut kita sukar untuk disembuhkan.

Jika saat ini kita termasuk orang yang sedang dilukai batinnya... 
Apakah kita harus egois, angkuh, congkak, sombong, arogan, dengan apa yang sedang kita rasakan? Haruskah kita terus tenggelam dalam perasaan-perasaan atas luka-luka batin kita, sementara setiap orang sudah memiliki jalan hidupnya sendiri-sendiri?
Memaafkan, kemudian menjadi salah satu aktivitas yang sangat merugikan bagi kita... Padahal, kemuliaan insan terletak pada aktivitas yang satu ini. 
Tak sayangkah kita pada hati kita sendiri, dengan memendam dendam berkepanjangan, dengan membiarkan rasa sakit terus larut di dasar lubuk hati kita...? 
Lalu pertanyaannya adalah...Inikah kita?
Pun jika saat ini kita termasuk orang yang melukai hati orang lain, kita ternyata dengan tanpa sadar telah menyakiti hati orang lain, yang dekat dengan kita. dan yang  kita sudah kita percayai.
Apakah kita akan tetap arogan dan egois dengan segala kesalahan kita? 
Lalu pertanyaannya adalah...Inikah kita?
Meminta maaf menjadi sebuah aktivitas yang menurut kita akan menjatuhkan harga diri kita. Padahal, meminta maaf dan menyadari kesalahan kita sebagai manusia biasa ini, adalah merupakan bentuk kerendah hatian kita, menghormati orang lain dan memohon berkah dari orang yang telah kita sakiti, meski kita tak bermaksud menyakitinya. Menjaga hati orang lain, mulia bagi kita, menuntun langkah kita ke depan agar kehidupan kita menjadi lebih baik lagi.

Belajar pada embun pagi yang selalu setia datang ke bumi meski awan tebal menyertainya, meski hujan dan badai sedang bergemuruh, meski kelak matahari tak sanggup meluruhkan sinarnya ke bumi karena awan yang menghalanginya, meski angin kian berderak kencang menggoyangkan pohon-pohon hingga ke rumput yang paling bawah sekalipun.
Dia, selalu datang ke bumi dengan ketulusannya, berniat menyegarkan dan meyejukkan hari ini, dan hari-hari kita selanjutnya. Ada atau tidak ada matahari yang kelak menguapkannya. Ada atau tidak ada angin, yang kelak menyapu bersih setiap butir-butir beningnya. Dengan rendah hati pula, embun turun tanpa kita tahu kehadirannya. Yang kita rasakan adalah kesejukan yang dibawanya; ciri khasnya yang teramat indah... Bagai kristal cantik dengan kualitas sempurna. Embun akan selalu datang tak peduli kita bisa menikmati keindahannya atau tidak. Namun satu yang pasti, bahwa sang embun mempunyai niat yang baik, menyatakan kesegaran dan kebeningan alamiahnya yang eksotis.
Mampukah kita seperti embun pagi? Dengan kehadirannya yang sederhana tapi memikat setiap mata yang memperhatikannya. Lihatlah butiran-butiran embun di dedaunan itu, atau di atas kembang yang berwarna warni, atau di rerumputan itu... Cantik bukan...? Dia selalu menawarkan dan memberikan sejuk dengan damainya merata bagi seluruh bumi.
Menguak harapan baru di setiap hari-hari baru kita pada detik-detiknya.
Meski dia datang dari langit, dia tak akan pernah lupa dari mana dia berasal...
Memaafkan dan meminta maaf memang menuntut adanya keikhlasan, kebeningan, dan kerendah hatian dari jiwa kita...


Sumber: http://meworldwords.blogspot.co.id/2010/08/memaafkan-dan-meminta-maaf-filosofi.html

No comments:

Post a Comment