Thursday, December 29, 2016

Mudharabah (Perjanjian Kerja Sama) dalam Islam



Mudharabah adalah akad perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan kerja sama usaha. Satu pihak akan menempatkan modal sebesar 100% yang disebut dengan shahibul maal, dan pihak lainnya sebagai pengelola usaha disebut dengan mudharib. Bagi hasil dari usaha yang dikerjasamakan dihitung sesuai dengan nisbah yang di sepakati antara pihak-pihak yang bekerja sama.
Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat Muslim sejak zaman nabi, bahkan telah di praktikan oleh bangsa Arab sebelum turunnya islam. akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, tinjauan dari segi hukum islam, maka praktik mudharabah ini dibolehkan, baik menurut Al-quran, Sunnah, maupun ijma.
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukukan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, mudhorobah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Ketika Nabi Muhammad Saw. berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan.
Dalam praktik mudharabah antara Khadijah dengan nabi, saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh Nabi Muhammad Saw. keluar negeri. Dalam kasus ini, Khadijah berperan sebagai pemilik modal (shahib al-maal) sedangkan Nabi Muhammad Saw. berperan sebagai pelaksana usaha (mudharib). Nah, bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung disebut akad mudharabah. Atau singkatnya, akad mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain.

A.                Rukun Mudharabah

Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
1.      Pelaku ( pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Dalam akad mudharabah harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudharibah tidak ada.
2.      Objek (modal dan kerja)
Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skiil, dan lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad mudharabah pun tidak akan ada.
3.      Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Persetujuan antara kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Kedua belah pihak harus secara rela brsepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusi dana, sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.
4.      Nisbah keuntungan
Rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas pekerjaanya, sedangkan shahib al-mal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya.

B.                 Nisbah Keuntungan

1.         Prosentase
Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal Rp tertentu. Jadi nisbah keuntungan ditentuka berdasarkan kesepakatan bukan berdasarkan porsi setoran modal.
2.         Bagi Untung dan Bagi Rugi
Konsekuensi logis dari karakteristik akad mudharabah itu sendiri, yang tergolong ke dalam kontrak investasi. Bila laba bisnisnya besar, kedua belah pihak mendapat bagian yang besar. Bila laba bisnisnya kecil, mereka mendapatkan bagian yang kecil juga.
3.         Jaminan
Ketentuan pembagian kerugian seperti diatas itu hanya berlaku bila kerugian yang terjadi hanya murni diakibatkan oleh resiko bisnis, bukan karena resiko karakter buruk mudharib.
4.         Menentukan Besarnya Nisbah
Besar nya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak.

5.         Cara Menyelesaikan Kerugian
Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikannya adalah:
a.       Diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan merupakan pelindung modal.
b.      Bila kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok modal.

C.                Landasan Syariah

Secara umum landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.
a.     Al-Quran
 “.... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...” (al-Muzzammil:20)
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah al-Muzzammil:20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
 “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat”. (QS. Al-Baqarah: 198)
b.      Al-Hadits
“diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah pun membolehkannya. (HR. Tabrani)

“dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah no.2280, kitab at-Tijarah)
c.       Ijma
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.

D.    Jenis-jenis Mudharabah

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
A.    Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthalaqah adalah bentuk kerja sama antara shalibul maal dan mudharib yang cakupannnya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah di mana shalibul maal memberikan kebebasan kepada pengelola dana (mudharib). Mudharabah muthlaqah dapat disebut dengan investasi dari pemilik dana kepada bank syariah, dan bukan merupakan kewajiban atau ekuitas bank syariah.
B.     Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga istilah resticted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
Mudharabah muqayyadah merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak yang mana pihak pertama sebagai pemilik dana (shilabul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib).

E.  Incentive - Compatible Constraints

Bank syariah tidak dapat menyalurkan begitu saja sejumlah dana kepada Mudharib atas dasar kepercayaan, karena selalu ada risiko bahwa pembiayaan yang telah diberikan kepada mudharib tidak dipergunakan sebagaimana mestinya untuk memaksimalkan keuntungan kedua belah pihak. Begitu dana di kelola oleh mudharib, maka akses informasi bank terhadap usaha mudharib menjadi terbatas. Dengan demikian, terjadi assymmetric information dimana mudharib mengetahui informasi-informasi yang tidak diketahui oleh bank.
Pada dasarnya, ada empat panduan umum bagi Incentive - Compatible Constraints, yakni:
1.      Menetapkan kovenan (syarat) agar porsi modal dari pihak mudharibnya lebih besar atau mengenakan jaminan.
2.      Menetapkan kovenan (syarat) agar mudharib melakukan bisnis yang risiko operasinya lebih rendah.
3.      Menetapkan kovenan (syarat) agar mudharib melakukan bisnis dengan arus kas yang transparan.
4.      Menetapkan kovenan (syarat) agara mudharib melakukan bisnis yang biaya tidak terkontrolnya rendah.

F.            Aplikasi dalam perbankan

            Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:
a.    Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya deposito biasa.
b.    Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a.    Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b.    Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

Sejauh ini skema mudharabah yang telah kita bahas adalah skema yang berlaku antara dua pihak saja secara langsung, yakni shahib al-mal berhubungan langsung dengan mudharib. Skema ini adalah skema standar yang dapat dijumpai dalam kitab-kitab klasik fiqh Islam. Dan inilah sesungguhnya praktik mudharabah yang dilakukan oleh nabi dan para sahabat serta umat muslim sesudahnya. Biasanya hubungan antara shahib al-mal dengan mudharib merupakan hubungan personal dan langsung serta dilandasi oleh rasa saling percaya (amanah).
            Modus mudharabah seperti itu tidak efisien lagi dan kecil kemungkinannya untuk dapat diterapkan oleh bank, karena beberapa hal:
a.       Sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, dimana mereka tidak saling mengenal. Jadi kecil sekali sekali kemungkinannya terjadi hubungan yang langsung dan personal.
b.      Banyak investasi sekarang ini membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan shahib al-mal untuk sama-sama menjadi penyandang dana untuk satu proyek tertentu.
c.       Lemahnya disiplin terhadap ajaran Islam menyebabkan sulitnya bank memperoleh jaminan keamanan atas modal yang disalurkannya.

G.           Manfaat Mudharabah

a.       Manfaat Mudharabah
1.      Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2.      Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah perdanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3.      Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.      Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5.      Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

b.      Resiko Mudharabah
Resiko yang terdapat dalam al-Mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi. Diantarannya:
1.      Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2.      Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3.      Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.



DAFTAR PUSTAKA


Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Prenada Media.

Muhammad syafi’i antonio, Bank syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani

Press, Jakarta 2001.

Adimarwan Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta 2006. Ed.3. Cet.3
Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah.2009 Ed. Rev. Cet.1. Jakarta:kencana.
Kencana media group

No comments:

Post a Comment