A. Pengertian Ijarah
Sewa-menyewa atau dalam bahasa arab disebut ijarah berasal dari kata: اَجَرَ yang sinonimnya:
1. اَكر yang artinya: menyewakan, seperti dalam kalimat: اجر الشئ (menyewakan sesuatu)
2.
اعطه
اجر yang artinya ia memnberinya upah, seperti
dalam kalimat (ajaro fulaana ‘alaa kadzaa) (ia memberikan kepada si fulan upah
sekian)
3.
اثا
به yang artinya: memberinya pahala, seperti
dalam kalimat: (ajarahullahu ’abdahu) (allah memberikan pahala kepada hambanya).
Dalam pengertian istilah terdapat perbedaan pendapat di kalangan
ulama:
1.
Menurut
Hanafiyah: ijarah adalah akad atas menjual dengan manfaat berupa harta.
2.
Menurut
Malikyah: ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atau manfaat atas
barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari
manfaat.
3.
Menurut
Syafi’iyyah: definisi akad ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud
dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.
4.
Menurut
Hambaliyah: ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah
dan kara’ dan semacamnya.
Dari definisi-definisi di atas dapat dikemukakan bahwa pada
dasarnya tidak ada perbedaan dan prinsip diantara ulama dalam memberikan
pengertian tentang ijarah atau sewa-menyewa. Dari definisi tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa ijarah atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat
dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa-menyewa adalah manfaat atas suatu
barang (bukan orang).
B. Landasan Hukum Ijarah
1. QS. Ath-thalaq (65) ayat 6:
أَسۡكِنُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ سَكَنتُم مِّن وُجۡدِكُمۡ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُواْ عَلَيۡهِنَّۚ وَإِن كُنَّ أُوْلَٰتِ حَمۡلٖ فَأَنفِقُواْ عَلَيۡهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ فََٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأۡتَمِرُواْ بَيۡنَكُم بِمَعۡرُوفٖۖ وَإِن تَعَاسَرۡتُمۡ فَسَتُرۡضِعُ لَه أُخۡرَىٰ ٦
Artinya:
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya,
dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
2. QS. Al-Qashash (28) ayat 26 dan 27:
قَالَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسۡتَٔۡجِرۡهُۖ إِنَّ خَيۡرَ مَنِ ٱسۡتَٔۡجَرۡتَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡأَمِينُ ٢٦ قَالَ إِنِّيٓ أُرِيدُ أَنۡ أُنكِحَكَ إِحۡدَى ٱبۡنَتَيَّ هَٰتَيۡنِ عَلَىٰٓ أَن تَأۡجُرَنِي ثَمَٰنِيَ حِجَجٖۖ فَإِنۡ أَتۡمَمۡتَ عَشۡرٗا فَمِنۡ عِندِكَۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أَشُقّ عَلَيۡكَۚ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ٢٧
Aritnya: (26).
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa
kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka
itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.
Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik"
3. Hadis Aisyah
عن عروة بن الزبير أن عائسة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت : واستأجر رسول الله صلى الله علىه وسلم وأبو بكر رجلا من بني الديل هاديا خريتا وهو على دين كفار قريش فدفعا إليه راحلتيهما ووعداه غار ثوربعد ثلاث ليل براحلتيهما صبح ثلث.
Dari Urwah bin Zubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra. istri nabi SAW
berkata: Rasulallah SAW dan Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari suku bani
Ad Dayl, penunjuk jalan yang mahir, dan ia masih memeluk agama orang kafir
quraisy. Nabi dan Abu Bakar kemudian menyerahkan kepadanya kendaraan mereka,
dan mereka berdua menjanjikan kepadanya untuk bertemu di Gua Syur dengan
kendaraan mereka setelah tiga hari pada pagi hari selasa. (H.R Bukhori)
C. Rukun Ijarah
Menurut Ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan Qabul, antara
lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’
danal-ikra’.
Adapun menurut Jumhur Ulama, rukun ijarah ada 4 yaitu:
Adapun menurut Jumhur Ulama, rukun ijarah ada 4 yaitu:
1.
Aqid (orang
yang akad)
2.
Shigat akad (apa yang disepakati) An-Nisa 29
3.
Ujrah (upah)
4.
Manfaat
D. Syarat Ijarah
Syarat ijarah terdiri dari empat macam, sebagaimana syarat dalam
jual beli, yaitu syarat Al-inqad (terjadinya akad), syarat an-nafadz (syarat
pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.
1.
Syarat
Terjadinya Akad
Syarat Al-inqad (terjadinya akad) berkaitan dengan akid, zat akad
dan tempat akad. Sebagaimana telah dijelaskan dalam jual beli, menurut Ulama
Hanafiyah, ‘Aqid (orang yang melakukn akad disyaratkan harus berakal dan
mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan harus baligh. Akan tetapi,
jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijrah anak mumayyiz, dipandang sah
bila diijinkan walinya.
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus
mukallaf, yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum dapat
dikategorikan ahli akad .
2.
Syarat
Pelaksanaan (an-nafadz)
Agar ijarah terlaksana, brang harus dimiliki oleh ‘aqid (orang yang
akad) atau ia yang memiliki kekuasaan penuh untuk akad (ahliah). Dengan
demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan oleh orang yang tidak
memiliki kekuasaan atau tidak diijinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadkan
adanya ijarah.
3.
Syarat Sah Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan ‘aqid (orang yang
akad), ma’qud alaih (barang menjadi objek akad), ujrah (upah) dan
zat akad (nafs al-aqad), yaitu:
a.
Adanya
keridhaan dari kedua pihak yang akad
Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT QS. An-Nisa:29
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakai harta sesamamu dengan jalan yang batal, kecuali dengan jalan perniagaan yang yang dilakukan suka sama suka.”
Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT QS. An-Nisa:29
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakai harta sesamamu dengan jalan yang batal, kecuali dengan jalan perniagaan yang yang dilakukan suka sama suka.”
Ijarah dapat
dikategorikan jual beli sebab mengandung unsur pertukaran harta. Syarat ini
berkaitan dengan ‘aqid.
b.
Ma’qud ‘Alaih
bermanfaat dengan jelas
Adanya kejelasan pada ma’qud alaih
(barang) menghilangkan pertentangan diantara ‘aqid. Diantara cara untuk
mengetahui ma’qud ‘alaih adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan
waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa
seseorang.
c.
Ma’qud alaih
(barang) harus dapat memenuhi secara syara’.
Dipandang tidak sah menyewa hewan
untuk untuk berbicara dengan anaknya , sebab hal itu sangat mustahil atau
dipandang tidak sah menyewa seseorang perempuan yang sedang haid untuk
membersihkan mesjid sebab diharamkan syara’.
d.
Kemanfaatan
benda dibolehkan menurut Syara’.
E. Berakhirnya Akad Ijarah
Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad ijarah akan berakhir apabila:
1.
Tenggang waktu
yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir.
Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad, karena kad ijarah,
menurut mereka, tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ijarahtidak
batal dengan wafatnya salah seorang berakad, karena manfaat, menurut mereka,
boleh diwariskan dan ijaraha sama denganjual beli, yaitu mengikat kedua belah
pihak yang berakad.
2.
Objek hilang
atau musnah, seperti rumah terbakar.
Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak,
seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak,
maka akad iajarah batal. Uzur-uzur yang dapat membatalkan akad ijarah
itu, menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh muflis, dan
berpindah tempatnya penyewa, misalnya, seorang digaji untuk menggali sumur
disuatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah kedesa lain.
Akan tetapi, menurut jumhur ulama, uzur yamng boleh mebatalkan akad ijarah itu
hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaatnya yang dituju dalam
akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.
F. Ayat-Ayat Al-Quran yang Berhubungan dengan Ijarah
1.
Menyewa Buruh
untuk suatu pekerjaan yang akan datang
QS Al-Qashash (28): 27
قَالَ إِنِّيٓ أُرِيدُ
أَنۡ أُنكِحَكَ إِحۡدَى ٱبۡنَتَيَّ هَٰتَيۡنِ عَلَىٰٓ أَن تَأۡجُرَنِي ثَمَٰنِيَ
حِجَجٖۖ فَإِنۡ أَتۡمَمۡتَ عَشۡرٗا فَمِنۡ عِندِكَۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أَشُقّ
عَلَيۡكَۚ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Berkatalah Dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
dengan ku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah
(suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu
insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.
2.
Dibolehkannya
sewa-menyewa
a. QS. Al-Kahfi (18): 94
قالوا يذا القر نين انّ يأجوج ومأجوج مفسدون فى الارض فهل نجعل لك
خرجا على ان تجعل بيننا وبينهم سدّا
Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juz dan Ma’juz
itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami
memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami
dan mereka.
a. QS. Al-Baqarah: 233
وان اردتّم ان تستر ضعوا اولا دكم فلاجناح عليكم اذا سامتم مّااتيتم
بالمعروف واتقواالله واعامواانّ الله بما تعملون خبير
“Dan, jika kamu ingin anakmu di susukan oleh orang lain, tidak dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “apabila kamu
memberikan pembayaran yang patut” ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa
yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut. Dalam hal ini
termasuk di dalamnya jasa penyewaan.
b. QS. Ath-Thalaq ayat 6:
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَئاَتُوْهُنَّ أُجُورَهُنّ
“Kemudian
jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya.”
DAFTAR PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafei. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani Press. 2002
Fayumi, Hamas. (Mei 2015). Makalah Ijarah. Diakses
pada Sabtu, 17 September 2016 dari http://hamasfaiumi.blogspot.co.id/2015/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Mardani.
Ayat-ayat dan Hadits Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers. 2014.
Muslih,
Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Jakarta: Sinar Grafika Offset. 2010
Vogel,
Frank E dan Samuel L. Hayes. Hukum Keuangan Islam. Bandung: Nusamedia.
2007
No comments:
Post a Comment