Thursday, December 29, 2016

Ijarah (Sewa Menyewa) dalam Islam



A.    Pengertian Ijarah

Sewa-menyewa atau dalam bahasa arab disebut ijarah berasal dari kata: اَجَرَ  yang sinonimnya:

1.      اَكر yang artinya: menyewakan, seperti dalam kalimat: اجر الشئ (menyewakan sesuatu)

2.      اعطه اجر yang artinya ia memnberinya upah, seperti dalam kalimat (ajaro fulaana ‘alaa kadzaa) (ia memberikan kepada si fulan upah sekian)
3.      اثا به yang artinya: memberinya pahala, seperti dalam kalimat: (ajarahullahu ’abdahu) (allah memberikan pahala kepada hambanya).
Dalam pengertian istilah terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama:
1.      Menurut Hanafiyah: ijarah adalah akad atas menjual dengan manfaat berupa harta.
2.      Menurut Malikyah: ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atau manfaat atas barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.
3.      Menurut Syafi’iyyah: definisi akad ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.
4.      Menurut Hambaliyah: ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan semacamnya.
Dari definisi-definisi di atas dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan dan prinsip diantara ulama dalam memberikan pengertian tentang ijarah atau sewa-menyewa. Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ijarah atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa-menyewa adalah manfaat atas suatu barang (bukan orang).

B.     Landasan Hukum Ijarah

1.      QS. Ath-thalaq (65) ayat 6:

أَسۡكِنُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ سَكَنتُم مِّن وُجۡدِكُمۡ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُواْ عَلَيۡهِنَّۚ وَإِن كُنَّ أُوْلَٰتِ حَمۡلٖ فَأَنفِقُواْ عَلَيۡهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ فَ‍َٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأۡتَمِرُواْ بَيۡنَكُم بِمَعۡرُوفٖۖ وَإِن تَعَاسَرۡتُمۡ فَسَتُرۡضِعُ لَه أُخۡرَىٰ ٦ 
Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
2.      QS. Al-Qashash (28) ayat 26 dan 27:

قَالَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسۡتَ‍ٔۡجِرۡهُۖ إِنَّ خَيۡرَ مَنِ ٱسۡتَ‍ٔۡجَرۡتَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡأَمِينُ ٢٦ قَالَ إِنِّيٓ أُرِيدُ أَنۡ أُنكِحَكَ إِحۡدَى ٱبۡنَتَيَّ هَٰتَيۡنِ عَلَىٰٓ أَن تَأۡجُرَنِي ثَمَٰنِيَ حِجَجٖۖ فَإِنۡ أَتۡمَمۡتَ عَشۡرٗا فَمِنۡ عِندِكَۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أَشُقّ عَلَيۡكَۚ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ٢٧
Aritnya: (26). Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik"
3.      Hadis Aisyah

عن عروة بن الزبير أن عائسة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت : واستأجر رسول الله صلى الله علىه وسلم وأبو بكر رجلا من بني الديل هاديا خريتا وهو على دين كفار قريش فدفعا إليه راحلتيهما ووعداه غار ثوربعد ثلاث ليل براحلتيهما صبح ثلث.


Dari Urwah bin Zubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra. istri nabi SAW berkata: Rasulallah SAW dan Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari suku bani Ad Dayl, penunjuk jalan yang mahir, dan ia masih memeluk agama orang kafir quraisy. Nabi dan Abu Bakar kemudian menyerahkan kepadanya kendaraan mereka, dan mereka berdua menjanjikan kepadanya untuk bertemu di Gua Syur dengan kendaraan mereka setelah tiga hari pada pagi hari selasa. (H.R Bukhori)

C.    Rukun Ijarah

Menurut Ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan Qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat:  al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’ danal-ikra’.
Adapun menurut Jumhur Ulama, rukun ijarah ada 4 yaitu: 
1.      Aqid (orang yang akad)
2.      Shigat akad (apa yang disepakati) An-Nisa 29
3.      Ujrah (upah)
4.      Manfaat

D.    Syarat Ijarah

Syarat ijarah terdiri dari empat macam, sebagaimana syarat dalam jual beli, yaitu syarat Al-inqad (terjadinya akad), syarat an-nafadz (syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.
1.      Syarat Terjadinya Akad
Syarat Al-inqad (terjadinya akad) berkaitan dengan akid, zat akad dan tempat akad. Sebagaimana telah dijelaskan dalam jual beli, menurut Ulama Hanafiyah, ‘Aqid (orang yang melakukn akad  disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan harus baligh. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijrah anak mumayyiz, dipandang sah bila diijinkan walinya.
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal, sedangkan  anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli akad .
2.      Syarat Pelaksanaan (an-nafadz)
Agar ijarah terlaksana, brang harus dimiliki oleh ‘aqid (orang yang akad) atau ia yang memiliki kekuasaan penuh untuk akad  (ahliah). Dengan demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diijinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadkan adanya ijarah.
3.      Syarat Sah Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan ‘aqid  (orang yang akad),  ma’qud alaih (barang menjadi objek akad),  ujrah (upah) dan zat akad (nafs al-aqad), yaitu: 
a.     Adanya keridhaan dari kedua pihak yang akad
Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT QS. An-Nisa:29
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakai harta sesamamu dengan jalan yang batal, kecuali dengan jalan perniagaan yang yang dilakukan suka sama suka.”
Ijarah dapat dikategorikan jual beli sebab mengandung unsur pertukaran harta. Syarat ini berkaitan dengan ‘aqid.
b.    Ma’qud ‘Alaih bermanfaat dengan jelas
Adanya kejelasan pada ma’qud alaih (barang) menghilangkan pertentangan diantara ‘aqid. Diantara cara untuk mengetahui ma’qud ‘alaih adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
c.     Ma’qud alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’.
Dipandang tidak sah menyewa hewan untuk untuk berbicara dengan anaknya , sebab hal itu sangat mustahil atau dipandang tidak sah menyewa seseorang perempuan yang sedang haid untuk membersihkan mesjid sebab diharamkan syara’.
d.    Kemanfaatan benda dibolehkan menurut Syara’.

E.     Berakhirnya Akad Ijarah

Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad ijarah akan berakhir apabila:
1.      Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir.
Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad, karena kad ijarah, menurut mereka, tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ijarahtidak batal dengan wafatnya salah seorang berakad, karena manfaat, menurut mereka, boleh diwariskan dan ijaraha sama denganjual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.
2.      Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar.
Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad iajarah batal. Uzur-uzur yang dapat membatalkan akad  ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh muflis, dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya, seorang digaji untuk menggali sumur disuatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah kedesa lain. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, uzur yamng boleh mebatalkan akad ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaatnya yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan  dilanda banjir.

F.     Ayat-Ayat Al-Quran yang Berhubungan dengan Ijarah

1.      Menyewa Buruh untuk suatu pekerjaan yang akan datang
QS Al-Qashash (28): 27
 قَالَ إِنِّيٓ أُرِيدُ أَنۡ أُنكِحَكَ إِحۡدَى ٱبۡنَتَيَّ هَٰتَيۡنِ عَلَىٰٓ أَن تَأۡجُرَنِي ثَمَٰنِيَ حِجَجٖۖ فَإِنۡ أَتۡمَمۡتَ عَشۡرٗا فَمِنۡ عِندِكَۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أَشُقّ عَلَيۡكَۚ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Berkatalah Dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja dengan ku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.
2.      Dibolehkannya sewa-menyewa
a.       QS. Al-Kahfi (18): 94
قالوا يذا القر نين انّ يأجوج ومأجوج مفسدون فى الارض فهل نجعل لك خرجا على ان تجعل بيننا وبينهم سدّا
Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juz dan Ma’juz itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka.
a.       QS. Al-Baqarah: 233
وان اردتّم ان تستر ضعوا اولا دكم فلاجناح عليكم اذا سامتم مّااتيتم بالمعروف واتقواالله واعامواانّ الله بما تعملون خبير
“Dan, jika kamu ingin anakmu di susukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “apabila kamu memberikan pembayaran yang patut” ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan.
b.      QS. Ath-Thalaq ayat 6:

فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَئاَتُوْهُنَّ أُجُورَهُنّ
Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.


DAFTAR PUSTAKA


Antonio, Muhammad Syafei. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani Press. 2002
Fayumi, Hamas. (Mei 2015). Makalah Ijarah. Diakses pada Sabtu, 17 September 2016 dari http://hamasfaiumi.blogspot.co.id/2015/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

Mardani. Ayat-ayat dan Hadits Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers. 2014.
Muslih, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Jakarta: Sinar Grafika Offset. 2010
Vogel, Frank E dan Samuel L. Hayes. Hukum Keuangan Islam. Bandung: Nusamedia. 2007

No comments:

Post a Comment