Wednesday, December 28, 2016

Filosofi Sumpit

Asal muasal dan pemakaian sumpit (Chopstick) 
Sumpit sudah dikenal di Tiongkok sejak 3.000 hingga 5.000 tahun yang lalu. Sebutan untuk sumpit adalah fai ji, yang secara harafiah berarti bocah-bocah gesit dan tangkas Penggunaan sumpit dikembangkan oleh Confusius (551-479 BC) sejalan dengan perkembangan ajaran Confusius. Orang-orang Tionghoa yang waktu itu menganut Konghucu, menganggap penggunaan sendok dan garpu adalah semacam kekejaman, bagaikan senjata dingin. Di dalam masyarakat Tionghoa, makan bersama dianggap sebagai sarana mempererat tali persaudaraan dan kesempatan berkumpul dengan sanak keluarga dan teman-teman, sehingga penggunaan alat makan yang tajam harus dihindari. Oleh karena itu mereka lebih memilih menggunakan sumpit.
Makna sumpit bukan hanya sekedar alat makan saja, namun menggambarkan suatu bentuk perhatian dan kasih sayang. Hubungan sumpit dengan keharmonisan rumah tangga khususnya dalam hubungan suami dan istri. Namun filosofi sumpit tidak hanya diperuntukan untuk rumah tangga saja antara suami dan istri, tetapi bisa juga digambarkan untuk unsur-unsur kehidupan bermasyarakat seperti, presiden dan rakyat, majikan dan karyawan, tua dan muda, atasan dan bawahan dan seterusnya.

Filosofi sumpit dalam keharmonisan rumah tangga:
1.      Sumpit harus sepasang.
Agar bisa mengambil makanan dengan sumpit tentunya anda membutuhkan sepasang sumpit. Bayangkan jika anda hanya memiliki sebatang sumpit saja, tentunya akan sulit mengambil makanan. Tuhan menciptakan pria dan wanita untuk hidup bersama dan saling mendukung satu sama lain. Jika hidup sendiri, sama seperti analoginya jika sumpit cuma sebelah saja, akan sulit mengambil makanan, dalam kehidupan akan seret rejekinya. Ingat, bahwa rejeki bukan hanya dalam hal materi saja..kebahagiaan dan anak juga adalah rejeki. Memutuskan untuk single seumur hidup? Think about that again...yakinlah bahwa ada soulmate anda di luar sana yang sedang menunggu pertemuan dengan anda. 
2.       Sumpit harus sama panjang 
Sebelum anda menggunakan sumpit untuk makan, hal pertama yang lazim anda lakukan adalah memastikan sumpit tersebut sama panjang. Tentunya akan sangat sulit dan menyiksa diri jika menggunakan sumpit yang ujungnya tidak sama rata, dimana mengambil makanan jadinya akan sangat sulit. Demikianlah pula hidup suami istri dalam membangun satu mahligai rumah tangga, suami dan istri harus berdiri SEJAJAR, tentunya dalam porsi dan perannya masing-masing. Apabila satu pihak berusaha berdiri lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain, maka akan terjadi ketimpangan dan kesulitan akan tercipta dalam rumah tangga tersebut. Ini juga bisa dianalogikan bahwa dalam rumah tangga, kedua pihak baik suami dan istri harus saling menghormati dan saling menghargai.
3.      Yang satu bergerak, yang satu diam
Cara memakai sumpit yang benar adalah batang sumpit pertama melakukan gerakan, sementara batang sumpit kedua dalam keadaan diam. Ini bisa dianalogikan bahwa dalam hubungan suami dan istri dalam suatu rumah tangga, keduanya tidak boleh bergerak bersamaan. Jika yang satu marah, sebaiknya yang satunya diam. Jika yang satu sering keluar rumah, yang satunya sebaiknya sering diam di rumah. Akan sulit mengambil makanan jika dua sumpit yang digunakan sama-sama bergerak. Rumah tangga akan menjadi sulit jika kedua belah pihak (suami dan istri) bersama-sama mengambil inisiatif.
4.       Apapun rasanya, selalu diambil bersama.
Kedua belah sumpit, dalam mengambil makanan tentunya harus bersama-sama. Tidak peduli makanan tersebut rasanya asin, pahit, manis, pedas, dan asamIni melambangkan, bahwa kedua pihak baik suami maupun istri harus bisa menjalani perjalanan rumah tangga bersama-sama baik dalam suka ataupun duka, senang ataupun susah, miskin ataupun kaya. Tidak bisa salah satu cuma mau sukanya saja, tapi tidak mau ikut dalam susah/duka, mau manisnya saja tapi pahitnya ogah.
5.       Sumpit sebaiknya terbuat dari bahan yang sama
Apakah pernah anda memakai sumpit dimana satunya terbuat dari logam dan satunya terbuat dari kayu? mungkin anda tetap bisa memaksakan untuk menggunakannya, namun tetap saja anda akan merasa kurang nyaman dan terganggu. Selain itu orang di sekitar anda akan memandang anda dengan agak aneh, bahkan kalau bisa dikatakan akan sedikit mencibir dan menertawakan anda. Demikianlah pula dalam hidup berumah tangga, alangkah baiknya jika sepasang suami istri memiliki banyak persamaan dan keseimbangan, mungkin dari sisi agama dan pandangan hidup, kewarganegaraan, status sosial, dan juga dari segi usia, memiliki usia yang tidak terpaut terlalu jauh.
6.       Sumpit adalah Kesetiaan.
Sumpit dua bilah kayu sebagai warisan dari budaya orang-orang yang terdahulu dan tetap dijaga dan digunakan dalam kehidupan masyarakatnya sampai sekarang meskipun telah banyak alat makan yang lebih memudahkan kita untuk menikmati makanan. Bagi saya ini adalah lambang kesetiaan oran-orang yang menggunakannya sebagai bentuk penjagaan terhadap apa yang ditinggalkan leluhurnya. Dan ini pun terbukti pada masyarakat yang menggunakan sumpit seperti jepang, korea dan cina dimana masyarakat masih menjaga peninggalan-peningalan sejarah bangsanya meskipun peradaban berkembang dalam modernisasi. Tapi kita bisa tetap melihat begitu banyak bangunan bersejarah yang dirawat baik oleh mereka sebagai bentuk kesetiaan menjaga warisan leluhur.
7.       Sumpit adalah Kesederhanaan.
Sumpit tetaplah menjadi alat makan yang menurut saya begitu sederhana. Dari dulu sampai sekarang hanya berbentuk memanjang dan terbuat dari kayu. Kalaupun ada sekarang yang disintetis dari plastik, itu tidak mengubah bentuk yang tetaplah dalam bentuknya semula, yakni memanjang. Sebuah bentuk yang begitu sederhana untuk melengkapi mamfaatnya sebagai alat makan.
8.       Sumpit adalah Anti Keserakahan.
Bagi kita yang pernah menggunakan sumpit untuk menyantap makanan, maka kita akan menyadari bahwa kita hanya bisa mengambil makanan yang bisa dijangkau oleh sumpit itu. Seperti makanan yang bisa didapatkan oleh jangkauan sumpit tentu dengan ukuran yang bisa membuatnya berpindah dari meja makan ke mulut kita. Karena mustahil bagi kita memindahkan makanan dari tempatnya menggunakan sumpit dengan ukuran yang berlebih. Jadi yah hanya ukuran yang sesuai saja dengan yang bisa diangkutnya yang akan kita nikmati.
9.      Sumpit adalah Anti Kekerasan
Barangkali kita akan sangat memahami bahwa sumpit yang digunakan hanyalah sepasang kayu yang dipakai untuk menjempit makanan yang hendak disantap. Dalam hal ini bisa dibandingkan dengan alat makan modern yang cenderung bisa dipahami sedikit sadis dengan menggunakan garpu dan pisau yang bertujuan untuk memotong-motong makanan dan menusuk-nusuk makanan sebelum disantap. Dengan sumpit bahkan dipercaya menjadi cara menghormati makan yang hendak disantap dengan tidak menggunakan kekerasan. Yah, menggunakan sumpit akan terlihat lebih lembut dan anti kekerasan.
10.   Sumpit adalah Kesadaran Keterbatasan.
Dengan menggunakan sumpit ini akan memberikan kita sebuah kesadaran akan keterbatasan. Yah, menggunakan sumpit untuk menyantap sup tentu saja akan sangat menyulitkan bagi kita menggunakannya untuk bisa mencicipi air kaldu dari sup itu. Hanya isi dari supnya saja yang bisa kita nikmati menggunakan sumpit. Dari sini akan menyadarkan kita makna keterbatasan, bahwa dalam hal tertentu ada sesuatu yang diluar kuasa sumpit, di luar kuasa kita.
11.   Sumpit adalah Keterikatan.
Sumpit adalah sepasang. Ia hanya bisa digunakan apabila ada dua (sepasang). Jika tidak maka yang lain tak mampu melakukan fungsinya dengan benar bahkan tak bermakna apa-apa. Makanya sumpit menjadi sepasang yang saling melengkapi satu sama lain. Dan akan selalu begitu.


Akhir kata, filosofi sumpit ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam hidup berumahtangga kita harus senantiasa mencoba menciptakan keseimbangan, seperti sumpit yang bergerak selaras dan harmonis dalam mengambil makanan yang lezat, sehingga dalam kehidupan berumahtangga akan dilimpahi rejeki yang berlimpah dan penuh kebahagiaan.

No comments:

Post a Comment