Asal muasal dan pemakaian sumpit (Chopstick)
Sumpit sudah dikenal di Tiongkok sejak 3.000
hingga 5.000 tahun yang lalu. Sebutan untuk sumpit adalah fai ji, yang secara
harafiah berarti bocah-bocah gesit dan tangkas Penggunaan sumpit dikembangkan
oleh Confusius (551-479 BC) sejalan dengan perkembangan ajaran Confusius.
Orang-orang Tionghoa yang waktu itu menganut Konghucu, menganggap penggunaan
sendok dan garpu adalah semacam kekejaman, bagaikan senjata dingin. Di dalam
masyarakat Tionghoa, makan bersama dianggap sebagai sarana mempererat tali
persaudaraan dan kesempatan berkumpul dengan sanak keluarga dan teman-teman,
sehingga penggunaan alat makan yang tajam harus dihindari. Oleh karena itu
mereka lebih memilih menggunakan sumpit.
Makna sumpit bukan hanya sekedar alat makan
saja, namun menggambarkan suatu bentuk perhatian dan kasih sayang. Hubungan
sumpit dengan keharmonisan rumah tangga khususnya dalam hubungan suami dan
istri. Namun filosofi sumpit tidak hanya diperuntukan untuk rumah tangga saja
antara suami dan istri, tetapi bisa juga digambarkan untuk unsur-unsur
kehidupan bermasyarakat seperti, presiden dan rakyat, majikan dan karyawan, tua
dan muda, atasan dan bawahan dan seterusnya.
Filosofi sumpit dalam keharmonisan rumah tangga:
1.
Sumpit
harus sepasang.
Agar bisa mengambil
makanan dengan sumpit tentunya anda membutuhkan sepasang sumpit. Bayangkan jika
anda hanya memiliki sebatang sumpit saja, tentunya akan sulit mengambil
makanan. Tuhan menciptakan pria dan wanita untuk hidup bersama dan saling
mendukung satu sama lain. Jika hidup sendiri, sama seperti analoginya jika
sumpit cuma sebelah saja, akan sulit mengambil makanan, dalam
kehidupan akan seret rejekinya. Ingat, bahwa rejeki bukan hanya dalam hal
materi saja..kebahagiaan dan anak juga adalah rejeki. Memutuskan untuk single
seumur hidup? Think about that again...yakinlah bahwa ada soulmate anda di luar
sana yang sedang menunggu pertemuan dengan anda.
2.
Sumpit
harus sama panjang
Sebelum anda
menggunakan sumpit untuk makan, hal pertama yang lazim anda lakukan adalah
memastikan sumpit tersebut sama panjang. Tentunya akan sangat sulit dan
menyiksa diri jika menggunakan sumpit yang ujungnya tidak sama rata, dimana
mengambil makanan jadinya akan sangat sulit. Demikianlah pula hidup suami istri
dalam membangun satu mahligai rumah tangga, suami dan istri harus berdiri
SEJAJAR, tentunya dalam porsi dan perannya masing-masing. Apabila satu pihak
berusaha berdiri lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain, maka akan
terjadi ketimpangan dan kesulitan akan tercipta dalam rumah tangga tersebut.
Ini juga bisa dianalogikan bahwa dalam rumah tangga, kedua pihak baik suami dan
istri harus saling menghormati dan saling menghargai.
3.
Yang
satu bergerak, yang satu diam
Cara memakai sumpit
yang benar adalah batang sumpit pertama melakukan gerakan, sementara batang
sumpit kedua dalam keadaan diam. Ini bisa dianalogikan bahwa dalam hubungan
suami dan istri dalam suatu rumah tangga, keduanya tidak boleh bergerak
bersamaan. Jika yang satu marah, sebaiknya yang satunya diam. Jika yang satu
sering keluar rumah, yang satunya sebaiknya sering diam di rumah. Akan sulit
mengambil makanan jika dua sumpit yang digunakan sama-sama bergerak. Rumah
tangga akan menjadi sulit jika kedua belah pihak (suami dan istri) bersama-sama
mengambil inisiatif.
4.
Apapun
rasanya, selalu diambil bersama.
Kedua belah sumpit,
dalam mengambil makanan tentunya harus bersama-sama. Tidak peduli makanan
tersebut rasanya asin, pahit, manis, pedas, dan asam. Ini
melambangkan, bahwa kedua pihak baik suami maupun istri harus bisa menjalani
perjalanan rumah tangga bersama-sama baik dalam suka ataupun duka, senang
ataupun susah, miskin ataupun kaya. Tidak bisa salah satu cuma mau sukanya
saja, tapi tidak mau ikut dalam susah/duka, mau manisnya saja tapi pahitnya
ogah.
5.
Sumpit
sebaiknya terbuat dari bahan yang sama.
Apakah pernah anda
memakai sumpit dimana satunya terbuat dari logam dan satunya terbuat dari kayu?
mungkin anda tetap bisa memaksakan untuk menggunakannya, namun tetap saja anda
akan merasa kurang nyaman dan terganggu. Selain itu orang di sekitar anda akan
memandang anda dengan agak aneh, bahkan kalau bisa dikatakan akan sedikit
mencibir dan menertawakan anda. Demikianlah pula dalam hidup berumah tangga,
alangkah baiknya jika sepasang suami istri memiliki banyak persamaan dan
keseimbangan, mungkin dari sisi agama dan pandangan hidup, kewarganegaraan,
status sosial, dan juga dari segi usia, memiliki usia yang tidak terpaut
terlalu jauh.
6.
Sumpit
adalah Kesetiaan.
Sumpit dua bilah kayu
sebagai warisan dari budaya orang-orang yang terdahulu dan tetap dijaga dan
digunakan dalam kehidupan masyarakatnya sampai sekarang meskipun telah banyak
alat makan yang lebih memudahkan kita untuk menikmati makanan. Bagi saya ini
adalah lambang kesetiaan oran-orang yang menggunakannya sebagai bentuk
penjagaan terhadap apa yang ditinggalkan leluhurnya. Dan ini pun terbukti pada
masyarakat yang menggunakan sumpit seperti jepang, korea dan cina dimana masyarakat
masih menjaga peninggalan-peningalan sejarah bangsanya meskipun peradaban
berkembang dalam modernisasi. Tapi kita bisa tetap melihat begitu banyak
bangunan bersejarah yang dirawat baik oleh mereka sebagai bentuk kesetiaan
menjaga warisan leluhur.
7.
Sumpit
adalah Kesederhanaan.
Sumpit tetaplah
menjadi alat makan yang menurut saya begitu sederhana. Dari dulu sampai
sekarang hanya berbentuk memanjang dan terbuat dari kayu. Kalaupun ada sekarang
yang disintetis dari plastik, itu tidak mengubah bentuk yang tetaplah dalam
bentuknya semula, yakni memanjang. Sebuah bentuk yang begitu sederhana untuk
melengkapi mamfaatnya sebagai alat makan.
8.
Sumpit
adalah Anti Keserakahan.
Bagi kita yang pernah
menggunakan sumpit untuk menyantap makanan, maka kita akan menyadari bahwa kita
hanya bisa mengambil makanan yang bisa dijangkau oleh sumpit itu. Seperti
makanan yang bisa didapatkan oleh jangkauan sumpit tentu dengan ukuran yang
bisa membuatnya berpindah dari meja makan ke mulut kita. Karena mustahil bagi
kita memindahkan makanan dari tempatnya menggunakan sumpit dengan ukuran yang
berlebih. Jadi yah hanya ukuran yang sesuai saja dengan yang bisa diangkutnya
yang akan kita nikmati.
9. Sumpit adalah Anti Kekerasan
Barangkali kita akan
sangat memahami bahwa sumpit yang digunakan hanyalah sepasang kayu yang dipakai
untuk menjempit makanan yang hendak disantap. Dalam hal ini bisa dibandingkan
dengan alat makan modern yang cenderung bisa dipahami sedikit sadis dengan
menggunakan garpu dan pisau yang bertujuan untuk memotong-motong makanan dan
menusuk-nusuk makanan sebelum disantap. Dengan sumpit bahkan dipercaya menjadi
cara menghormati makan yang hendak disantap dengan tidak menggunakan kekerasan.
Yah, menggunakan sumpit akan terlihat lebih lembut dan anti kekerasan.
10.
Sumpit
adalah Kesadaran Keterbatasan.
Dengan menggunakan
sumpit ini akan memberikan kita sebuah kesadaran akan keterbatasan. Yah,
menggunakan sumpit untuk menyantap sup tentu saja akan sangat menyulitkan bagi
kita menggunakannya untuk bisa mencicipi air kaldu dari sup itu. Hanya isi dari
supnya saja yang bisa kita nikmati menggunakan sumpit. Dari sini akan
menyadarkan kita makna keterbatasan, bahwa dalam hal tertentu ada sesuatu yang
diluar kuasa sumpit, di luar kuasa kita.
11.
Sumpit
adalah Keterikatan.
Sumpit adalah
sepasang. Ia hanya bisa digunakan apabila ada dua (sepasang). Jika tidak maka
yang lain tak mampu melakukan fungsinya dengan benar bahkan tak bermakna
apa-apa. Makanya sumpit menjadi sepasang yang saling melengkapi satu sama lain.
Dan akan selalu begitu.
Akhir kata, filosofi sumpit ini mengajarkan
kepada kita bahwa dalam hidup berumahtangga kita harus senantiasa mencoba
menciptakan keseimbangan, seperti sumpit yang bergerak selaras dan harmonis
dalam mengambil makanan yang lezat, sehingga dalam kehidupan berumahtangga akan
dilimpahi rejeki yang berlimpah dan penuh kebahagiaan.
No comments:
Post a Comment