A.
Pengertian Filsafat Pendidikan
Menurut Wikipedia, filsafat pendidikan
merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan.
Bahan yang dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat
pendidikan. Metode yang dilakukan adalah dengan menganalisa secara kritis
struktur dan manfaat pendidikan.
Filsafat pendidikan berupaya untuk memikirkan permasalahan pendidikan.
Salah satu yang dikritisi secara konkret adalah relasi antara pendidik dan
peserta didik dalam pembelajaran. Salah satu yang sering dibicakan dewasa ini
adalah pendidikan yang menyentuk aspek pengalaman. Filsafat pendidikan berusaha
menjawab pertanyaan mengenai kebijakan pendidikan, sumber daya manusia, teori
kurikulum dan pembelajaran serta aspek-aspek pendidikan yang lain.
Filsafat
dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah yang mempunyai makna sendiri. Akan
tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema yang baru dan khusus.
Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara umum.
Filsafat pendidikan memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji.
Ada banyak defisini mengenai filsafat pendidikan tapi akhirnya semua mengatakan
dan mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam rangka menyelesaikan
permasalahan pendidikan. Upaya ini kemudian menghasilan teori dan metode
pendidikan untuk menentukan gerak semua aktivitas pendidikan.
Menurut
Al-Syaibany (1979 : 36), filsafat pendidikan adalah
aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat menjadi sebagai jalan untuk
mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya Filsafat
pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan
untuk mencapainya.
Filsafat pendidikan juga bisa
didefenisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang
menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada
pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat
umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut
John Dewey, fisafat
pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik
yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional),
menuju tabiat manusia. Sementara menurut Thopmson, filsafat artinya melihat
suatu masalah secara total dengan tanpa ada batas atau implikasinya; ia tidak
hanya melihat tujuan, metode atau alat-alatnya, tapi juga memiliki dengan sama
hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof
tersebut merupakan suatu upaya untuk menemukan hakekat masalah, sedangkana
suatu hakekat itu dapat dibakukan melalui proses kompromi (Arifin, 1993: 2).
Menurut
Imam Barnadib (1993: 3), filsafat pendidikan merupakan ilmu
yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis
filosofis terhadap bidang pendidikan.
B. Jenis-jenis
filsafat pendidikan
1. Filsafat Pendidikan Idealisme
Inti dari ajaran filsafat pendidikan idealisme adalah
manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan
dengan materi kehidupan manusia, roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat
yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut dengan penjelmaan dari roh
atau sukma. Menurut paham idealisme guru harus membimbing atau mendiskusikan
dengan pesrta didik bukan prinsip-prinsip ekternal, malainkan sebagai
kemungkinan-kemungkinan yang perlu dikembangkan, serta juga harus diwujudkan
sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidikan bukan menjejalkan pengetahuan
dari luar kedalam diri seseorang, melainkan memberikan kesempatan untuk
membangun atau mengkonstruksikan pengalaman dalam diri seseorang.
2. Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme dalam berbagai bentuk menurut ahli menarik garis
pemisah yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya
cenderung ke arah dualisme atau monisme materialistik. Seorang pengikut
materialisme mengatakan bahwa jiwa dan materi sepenuhnya sama. Jika demikian
halnya, sudah tentu dapat juga sama-sama dikatakan jiwa adalah materi seperti
mengatakan materi adalah nyawa. Tetapi apakah orang berusaha melacak roh
samapai kepada materi ataukah materi sampai kepada roh? Sistem pendidikan
realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang adanya
terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri, dan yang hakekatnya tidak
terpengaruh oleh seseorang.hubungan fisik yang berbeda.
3. Filsafat Pendidikan Meterialisme
Karakteristik umum pendidikan yang menganut filsafat
materialime pendidikan adalah semua sains seperti biologi, kimia, psikologi,
fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena
materi yang berhubungan secara kasual (sebab akibat), apa yang dikatakan jiwa
dan segala kegiatannya adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak,
sistem urat saraf, atau oragan-organ tubuh lainnya, apa yang disebut dengan
nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan serta
kebebasan, hanyalah sekedar nama nama atau semboyan, simbol subyektif manusia
untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda. Jadi semua fenomena sosial
maupum alam fenomena psikologi adalah merupakan bentuk-bentuk tersembunyi dari
realitas fisik. Hubungan-hubungannya dapat berubah secara kasual.
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pendidikan dalam paham ini bukan merupakan suatu proses
pembentukandari luar, dan juga bukanmerupakan suatu pemerkahan
kekuatan-kekuatan laten dengna sendirinya, melainkan merupakan suatu proses
reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu, yangberarti
bahwa setiap manusia belajar dari pengalaman.
5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat ini memfokuskan pada pengalaan-pengalaman individu.
Eksistensi adalah cara manusia hidup. Pendidikan, proses pembelajaran, harus
berlangsung sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, tidak ada
pemaksaan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, melainkan
ditawarkan. Tuntunlah peserta didik agar dapat menemukan dirinya dan kesadaran
akan dunianya. Guru hendaknya memberian kebebasan kepada peserta didik untuk
memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu menemukan
makna dari kehidupan mereka.
6. Filsafat Pendidikan Progretivisme
Menurut penganut aliran ini bahwa kehidupan manusia
berkembang terus menerus dalam suatu daerah yang positif. Apa yang dipandang
benar sekarang belum tentu benar pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu,
peserta didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan masa kini,
melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi kehidupan masa datang. Guru atau
pendidik harus berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar peserta didik
terdorong atau terbantu untuk mempelajari dan memiliki pengalaman tentang
hal-hal yangpenting bagikehidupan mereka, bukan memberikan sejumlah kebenaran
yang disebut abadi. Yang penting adalah bahwa guru atau pendidik harus
memfasilitasi peserta didik agar memiliki kesempatan yang luas untuk bekerja
sama atau kooperatif di dalam kelompok, memecahka masalah yang dipandang
penting oleh kelompok bukan oleh guru, dalam kelompoknya.
7. Filsafat Pendidikan Perenialisme
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis
diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk
mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar
yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal
dan teruji ketangguhannya.
Ciri utama perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang
adalah sebagai zaman yang mempunyai kebudayaan yang tergangganggu oleh
kekacauan, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu dinilai
sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral,
intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Ibarat, kapal yang akan
berlayar, zaman memerlukan pangkalan dan arah tujuan yang jelas. Perenialisme
berpendapat bahwa mencari dan menemukan pangkalan yang demikian ini merupakan
tugas yang pertama dari filsafat dan filsafat pendidikan.
Perenialisme bukan merupakan suatu aliran baru dalam
filsafat, dalam arti perenialisme bukanlah suatu pengetahuan yang menyusun filsafat
baru, yang berbeda dengan filsafat yang telah ada. Teori dan konsep pendidikan
perenialisme dilatar belakangi oleh filsafat- filsafat plato sebagai bapak
realism klasik, dan filsafat Thomas Aquinas yang mencoba memadukan antara
filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) gereja katolik yang tumbuh pada
zamannya (Abad pertengahan).
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya
mempunyai kesatuan, dimana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang
memberikan kemungkinan bagi seseorag untuk bersikap yang tegas dan lurus.
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang
lahir pada Abad ke dua puluh.Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif.Perenialisme menentang pandangan progrivisme yang
menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.Perenialisme memandang situasi dunia
dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian dan ketidakteraturan, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual, dan sisio-kultural.Oleh karena itu, perlu ada
usaha mengamankan ketidakberesan tersebut.
Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan
perenialisme, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan untuk kembali atau proses mengembalikan
keadaan manusia sekarang seperti ke dalam keadaan ideal. Perenialisme tidak
terlihat jalan yang meyakinkan, selain kembali pada prinsip prinsip yang telah
sedemikian rupa membentuk sikap kebiasaan, bahwa keperibadian manusia yaitu
kebudayaan dahulu (yunani kuno) dan kebudayaan abad pertengahan.
a. Pendidikan
Perenialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan,
abadi atau perenial. Tujuan pendidikan, menurut pemikiran perenialis adalah
memastikan bahwa siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau
gagasan-gagasan besar yang tidak berubah.
b. Kurikulum
Menurut kaum perenialisme harus menekankan pada pertumbuhan
intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara
kultural”, para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini yang merupakan
karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia. Kurikulum
perenialis Hutchins didasarkan pada asumsi mengenai pendidikan :
1) Pendidikan harus mengangkat
pencairan kebenaran manusia yang berlangsung terus –menerus.
2) Karena kerja pikiran adalah bersifat
intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan.
3) Pendidikan harus menstimulasi para
mahasiswa untuk berfikir serta mendalami mengenai gagasan-gagasan signifikan.
8. Filsafat Pendidikan Esensialisme
Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930, dengan
beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Bringgs, Frederick
Breed, dan Isac L. Kandell. Esensialisme bukan merupakan suatu aliran filsafat
tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat itu sendiri, melainkan
suatu gerakan yang memprotes pendidkan progresivisme. ESENSI (Essence) ialah hakikat barang sesuatu
yang khusus sebagai sifat terdalam dari suatu sebagai satuan yang konseptual
dan akali.
9. Filsafat Pendidikan Pancasila
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no.20 Tahun
2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spirituaal
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdaasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan
menyediakan kesempatan atau kondisi optimal bagi terjadinya belajar dan proses
pembelajaran. Pendidik berperan sebagai fasilitator, organisator, dan
motivator, memfasilitasi pembelajaran, mengarahkan atau menuntun, dan mendorong
peserta didik dlam aktifitas belajarnya agar berlangsung efektif dan efisien.
Selanjutnya dalam UU Sisdiknas tahun 2003 BAB II Pasal 3
dijelaskan tujuan pendidikan sebagai berikut: pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan memebentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
C. Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan
Ruang lingkup filsafat adalah semua
lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada
dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun nonmaterial
(abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas (Muhammad Noor Syam,
1988:22).
Secara makro, apa yang menjadi objek
pemikiran filsafat yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam
sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara
mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1.
Merumuskan
secara tegas sifat hakikat pendidikan (the natureof education);
2.
Merumuskan
sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man);
3.
Merumuskan
secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan;
4.
Merumuskan
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan;
5.
Merumuskan
hubungan antara filsafat Negara (ideology),
filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan);
6.
Merumuskan
system nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan.
Kesimpulannya,
yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan adalah semua aspek yang
berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakekat pendidikan
itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik
dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
D. Subjek/Objek
Filsafat Pendidikan
Subjek filsafat adalah seseroang yang berfikir/memikirkan hakekat sesuatu
dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka
filsafatpun (sudut pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat:
1. Obyek material yaitu segala sesuatu
yang realitas
a. Ada yang harus ada, disebut dengan
absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta.
b. Ada yang tidak harus ada, disebut
dengan yang tidak mutlak, ada yang relatif (nisby), bersifat tidak kekal yaitu
ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta alam semesta)
2. Obyek Formal/ Sudut pandangan
Filsafat itu dapat dikatakan bersifat non-pragmentaris,
karena filsafat mencari pengertian realitas secara luas dan mendalam. Sebagai
konsekuensi pemikiran ini, maka seluruh pengalaman-pengalaman manusia dalam
semua instansi yaitu etika, estetika, teknik, ekonomi, sosial, budaya, religius
dan lain-lain haruslah dibawa kepada filsafat dalam pengertian realita.
E. Hubungan
Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Filsafat yang dijadikan pandangan
hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa merupakan asas dan pedoman yang
melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa, termasuk aspek pendidikan.
Filsafat pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut
oleh suatu bangsa. Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme
dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri. Pendidikan
sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem-sistem
norma tingkah laku yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung
lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin upaya
pendidikan dan proses tersebut efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosofis
dan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan (Muhammad
Noor Syam, 1988:39). Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan:
1. Filsafat , dalam arti filosofis,
merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika
pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2.
Filsafat,
berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran
filsafat tertentu yang memilki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3.
Filsafat,
dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk
dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogic).
Menurut
Ali Saifullah, antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan
terdapat hubungan yang suplementer: filsafat pendidikan sebagi suatu lapangan
studi mengarahkan pusat perhatian dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi
tugas normative ilmiah, yaitu:
1. Kegiatan merumuskan dasar-dasar,
tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat manusia, serta konsepsi
hakikat dan segi pendidikan.
2.
Kegiatan
merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi politik pendidikan,
kepemimpinan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk
pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat
(Zuhairini, 1992:18).
Bahwa antara filsafat pendidikan dan
pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tidak terpisahkan.
Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan
karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha
perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem
pendidikan.
F. Fungsi
Filsafat Pendidikan
1. Memahami persoalan pendidikan secara
umum,merumuskanya dalam gambaran pokok sebagai pelengkap yang ada dan
hubungannya dengan faktor lain.
2. Penetu arah dan pedoman.
3. Memberi norma dan pertimbangan.
4. Filsafat memberikan landasan yang mendasar
bagi perkembangan ilmu
5. Ilmu memberikan bahan untuk berbagai
pemikiran para filsuf.
6. Pengembangan Kurikulum merupakan
salah satu aplikasi dari ilmu yang telah dikaji Sehingga harapan terbesar
semuanya dapat membantu manusia dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat.
G. Manfaat
Filsafat Pendidikan
Pendidikan dapat dibedakan menjadi
dua wilayah yaitu humanisme dan akademiSisi humanisme mengembangkan manusia
dari segi ketrampilan dan praktik hidup. Sementara aspek akademik menekankan
nilai kognitif dan ilmu murni. Keduanya merupakan aspek penting yang sebenarnya
tidak dapat dipisahkan. Filsafat
pendidikan berperan untuk terus menganalisa dan mengkritisi aspek akademik dan
humanis demi sebuah pendidikan yang utuh dan seimbang. Filsafat pendidikan akan
terus melakukan peninjauan terhadap proses pendidikan demi perkembangan
pendidikan yang mencetak manusia handal
Referensi:
No comments:
Post a Comment