Sebagian besar orang mengatakan bahwa filsafat itu sangat
susah dan sulit, namun demikian orang-orang tersebut tidak menyadari bahwa
keseharian mereka di isi dengan filsafat, atau bisa dikatakan mereka telah
berfilsafat dalam kehidupannya. Pemikiran seperti ini didasari, karena
pemahaman mereka tentang filsafat masih sangat sedikit dan bahkan belum tau
tentang filsafat itu apa.
Orang-orang terdahulu hingga sekarang, yang mencintai
filsafat atau para filosof mengartikan filsafat yaitu mencintai kebijaksanaan,
sehingga ketika berfilsafat berarti mereka telah mencintai kebijaksanaan, namun
bukan berarti merasa dirinya sudah benar. Cinta kebijaksaan berarti akan selalu
mencari bagaimana mendapatkan kebijaksaan itu, karena hal yang kita cintai
tentulah ada usaha untuk mendapatkan hal tersebut.
Sejarah tentang filsafat ini membawa kita untuk mengetahui
lebih banyak lagi tentang pemikiran-pemikiran para filosof terdahulu. Dengan
hasrat ingin mengetahui pemikiran tersebut, membawa kita untuk lebih dalam lagi
mengkaji tentang pemikiran filosof-filosof itu.
Perlunya mengkaji pemikiran tersebut adalah sebagai sarana
untuk merangsang pikiran kita untuk bisa lebih berkembang lagi, dan lebih luas
lagi. Pemikiran Plato sangat menarik untuk di bahas, karena sebagaimana kita
ketahui bahwa Plato dikenal sebagai bapak Filsafat.
1. Sejarah tentang Plato
Plato dilahirkan sekitar tahun
428/427 SM di Athena. Dan meninggal di sana pada tahun 347 SM. Dalam usia 80
tahun. dia berasal dari keluarga bangsawan. Salon (abad ke-6 SM), sang pemberi
hukum bagi Athena, adalah salah satu kakek dari sisi ibunya. Sementara dari
pihak ayahnya, ia masih keturunan raja terkakhir Athena. Plato memiliki dua
saudara (Adimantes dan Glaukon) serta satu saudari (Potone). Saat Plato lahir,
Athena merupakan sebuah Kota yang paling berkuasa di Yunani dengan sistem
demokrasi. Kekuatan militer dan maritimnya nomor satu, kultur intelektual dan
artistiknya jauh mengatasi polis-polis lain di Yunani. Dia masih mudah ketika
Athena kalah perang, dan dia menunjuk sistem demokrasi lah penyebab kekalahan
itu.
Pelajaran yang diperolehnya dimasa
kecilnya. Selain dari pelajaran umum, ialah menggambar dan melukis, belajar
musik dan puisi. Ketika beranjak dewasa ia sudah pandai membuat karangan yang
bersajak.
Pada masa anak-anaknya plato
mendapat pendidikan dari guru-guru filosofi. pelajaran filosofi mula-mula
diperolehnya dari Kratylos. Kratylos dahulunya adalah murid Herakleitos. Sejak
berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Socrates. Pelajaran itulah yang
memberi kepuasaan baginya. Pengaruh Socrates makin hari makin mendalam padanya.
Ia menjadi murid socrates yang setia. Sampai pada akhir hidupnya socrates tetap
menjadi pujaanya.
Plato mempunyai kedudukan yang
istimewa sebagai seorang filosof. Ia pandai menyatukan puisi dan ilmu, seni dan
filosofi. Pandangan yang dalam dan abstrak sekali pun dapat dilukiskannya
dengan gaya bahasa yang indah. Tidak ada seorang filosof sebelumnya yang
dapat menandinginya dalam hal ini. Ketika socrates meninggal, ia sangat sedih
dan menamakan dirinya seorang anak yang kehilangan bapak. Tak lama
sesudah socrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Itulah permulaan ia
mengembara dua belas tahun lamanya, dari tahun 399 SM-387 SM. Mula-mula ia
pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filosofinya. Di ceritakan bahwa di
Megara ia mengarang beberapa dialog, yang mengenai berbagai macam pengertian
dalam masalah hidup, berdasarkan ajaran socrates.
Di Megara ia pergi ke Kyrena, di
mana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematik pada seorang guru yang
bernama Theodoros. Di sana juga ia mengajarkan filosofi dan mengarang
buku-buku. Plato juga sempat di penjara dan dijual sebagai budak. Tetapi nasib
yang baik bagi Plato, di pasar budak ia dikenal oleh seorang bekas muridnya,
Annikeris dan ditebusnya. Kemudian peristiwa itu diketahui oleh sahabat-sahabat
dan pengikut-pengikut Plato di Athena. Mereka bersama-sama mengumpulkan uang
untuk mengganti harga penebus yang dibayar oleh Annikeris. Tetapi dia menolak
penggantian itu dengan berkata “Bukan tuan-tuan saja yang mempunyai hak untuk
memelihara Plato”. Akhirnya uang yang terkumpul itu dipergunakan untuk membeli
sebidang tanah yang kemudian diserahkan kepada Plato untuk dijadikan lingkungan
sekolah tempat ia mengajarkan filosofinya. Tempat itu diberi nama “Akademia”.
Di situlah Plato, sejak berumur 40 tahun, pada tahun 387 SM. Sampai
meninggalnya dalam usia 80 tahun, mengajarkan filosofinya dan mengarang
tulisan-tulisan yang tersohor sepanjang masa.
2. Karya-karya Plato
Sepanjang sejarah, karya-karya Plato
diedit dan disalin ulang. Meski tanpa mesin cetak, para penulis dengan tekun
menyalin ulang teks-teks Platon. Dan berkat tradisi salinan tangan Bizantium
kita dapat merasakan karya-karya Plato sampai saat ini. Berikut ini adalah
karya-karya Platon yang oleh para ahli dianggap otentik:
a. Masa Muda (399-390 SM)
Karya-karyanya antara lain: Gorgias, Menon, Euthydemos, Lysis,
menexenos, Kratylos.
Karya ini
dibuat saat Akademia sudah berdiri. Disini masih ada pengaruh pemikiran
sokratik, tetapi ide-ide Plato mulai keluar seperti pengetahuan lewat anamnesis
dan pentingnya pengetahuan matematis.
b. Dewasa ( 385-370 SM)
Phaidon,
Symposion, Politeria, Phaidros, Republic. Phaidon membahas konsep jiwa dan
kekekalannya, Symposion membahas eros, politeria beridealisasi tentang
pembaharuan polis dan prinsip-prinsip kebaikan politik, sementara Phaidros
berupa kritik atas retorika yang dihubungkan dengan teori tentang jiwa.
c.
Masa
Tua (370-348 SM)
Theaitetos,
Parmenides, Sophistes, Politikos,Timaios, Kritias, Philebos, Nomoi, Surat VII. Theaitetos memberikan definisi
pengetahuan serta mengkritik konsepsi pengetahuan dari Herakleitos dan
Protagoras, Sophistes dan Parmenides membahas ontologi dan epistimologi khas
Platonisian dalam debatnya dengan Eleatisme, Philebos bebicara tentang hidup
yang baik, Timaios adalah fisikanya platon, dan Nomoi memberikan sistem Politik
paling komplit yang pernah dibuat oleh seorang filsuf.
Ajaran
Plato yakni teori tentang ide-ide, teori ini sebagian bersifat logis, sebagian
lagi metafisis. Bagian logisnya berkaitan dengan makna kata-kata umum. Plato
memberikan penjelasan yang jelas mengenai doktrin ide. Plato menjelaskan bahwa,
jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, mereka tentunya juga
memiliki satu “ide” atau “forma” bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat
banyak ranjang, sebetulnya hanya ada satu “ide”b atau “forma” ranjang.
Di
sepanjang filsafat Plato terjadi perpaduan anatar intelek dan mistisisme
sebagaimana terdapat dalam phytagoreasnisme, namun pada puncaknya jelas bahwa
mistisisime lebih diutamakan.
Doktrin
plato tentang ide-ide mengandung sekian masalah yang cukup jelas, namun dibalik
doktrin itu pun menyumbangkan kemajuan penting dalam filsafat. Sebab ini teori
pertama yang menekankan masalah tentang universal.
3. Gagasan Plato
A.
Ajaran
tentang ide
Salah satu pemikiran Plato yang sangat fenomenal yakni
ajaran tentang ide-ide. Ajaran tentang ide-ide ini merupakan inti dasar seluruh
filsafat Plato. Namun, arti ide yang dimaksud oleh Plato berbeda dengan
pengertian orang-orang moderen sekarang, yang hanya mengartikan bahwa kata ide
adalah suatu gagasan atau tanggapan yang hanya terdapat dalam pemikiran saja.
Sehingga orang-orang akan menganggap bahwa ide merupakan suaatu yang bersifat
subjektif belaka. Plato mengartikan kata ide itu merupakan suatu yang objektif.
Menurut Plato ada ide-ide yang terlepas dari subjek yang berpikir. Beliau
mengatakan bahwa semua yang ada di entitas ini semuanya ada di alam ide
tersebut, yakni alam tersebut di analogikan seperti cetakan kue dan
kue-kuenya itu adalah entitas-entitas ini.
Menurut Plato ide-ide tidak bergantung pada pemikiran,
sebaliknya pemikiran bergantung pada ide-ide. Justru karena ada ide-ide yang berdiri
sendiri. Pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain dari pada
menaruh perhatian kepada ide-ide itu.
1. Adanya ide-ide
Munculnya pemikiran Plato tentang ide-ide adalah
terinspirasi dari gurunya yakni socrates. Dimana socrates dikisahkan bahwa
beliau berusaha mencari defenisi-defenisi, ia tidak puas dengan menyebut satu
persatu perbuatan-perbuatan yang adil atau tindakan-tindakan yang berani. Ia
ingin menyatakan apa keadilan atau keberanian itu sendiri, atau bisa dikatakan
bahwa socrates mencoba mencari hakikat atau esensi keadilan dan
keutamaan-keutamaan lain tersebut. Karena pemikiran gurunya ini lah Plato
kemudian meneruskan usaha gurunya tersebut lebih jauh lagi. Menurut dia esensi
itu mempunyai realitas, terlepas dari segala perbuatan kongkret. Ide keadilan,
ide keberanian dan ide-ide lain itu ada.
Ada pun asal usul yang lain tentang ajaran Plato
tentang ide-ide ialah berkaitan dengan ilmu pasti. Sebagaimana kita
ketahui bahwa ilmu pasti sangat di utamakan dalam akademi Plato dan di bidang
ini Plato terpengaruh oleh kaum Pythagorean. Menurut Plato ilmu pasti yang
berbicara tentang segitiga, namun segitiga yang dimaksud itu bukan segitiga
yang kongkret, melainkan segitiga yang ideal, maka Plato menarik kesimpulan
bahwa segitiga itu memiliki realitas juga, biar pun tidak dapat ditangkap oleh
indra. Tidak mungkin bahwa ilmu pasti membahas sesuatu yang tidak ada! Jadi,
mesti terdapat suatu ide ”segitiga”. Segitiga yang digambarkan pada papan tulis
hanya merupakan tiruan tak sempurna saja dari ide “segitiga”.
Namun
contoh lain yang sama dengan konsep pada segitiga tersebut, seperti ” kata
bagus”, begitu banyak yang boleh dikatakan bagus : kain bagus, patung bagus,
rumah bagus, dan lain sebagainya. Sehelai kain tidak disebut bagus karena itu
kain, sebab terdapat juga kain yang jelek. Yang menyebabkan kain itu disebut
bagus ialah ide tentang bagus itu. Selain kain tersebut masih banyak yang bisa
dikatakan bagus, karena ide tentang bagus merupakan bagus itu sendiri secara
sempurna, tidak tercampur dengan yang lain. Plato menyebut ini dengan kata-kata
yunani yaitu idea serta eidos dan juga kata morphe yang berarti bentuk.
2. Dua dunia
Menurut Plato realitas itu terbagi menjadi dua atau dunia
menjadi dua yakni:
a. Dunia indrawi
Realitas yang pertama ini yakni adalah yang mencakup
benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indra, atau bisa dikatakan
relaitas yang pertama yang dimaksud Plato adalah sesuatu yang dapat dijangkau
oleh indra seperti bunga, pohon dan lain-lain. Pada taraf ini harus diakui
bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang kini bagus keesokan
harinya sudah layu, lagi pula dunia indrawi ditandai oleh pluralitas. Sehingga
bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga.
b. Dunia ide
Disamping
ada dunia indrawi yang senantiasa berubah, menurut Plato ada juga sebuah dunia
yang tidak pernah berubah yakni disebut dunia ideal atau dunia yang terdiri
atas ide. Dalam dunia ideal tidak sama sekali yang pernah berubah. Semua ide
bersifat abadi dan tak terubahkan. Dalam dunia ideal tidak ada banyak hal yang
bagus karena hanya terdapat satu ide “ yang bagus”. Demikian pula dengan
ide-ide yang lain yang bersifat abadi dan sempurna.
Namun,
ketika Plato mengatakan bahwa dunia itu ada yakni dunia indrawi dan dunia ideal,
kemudian apa keterkaitan antara kedua dengan dunia ini tersebut? Ide-ide sama
sekali tidak di pengaruhi oleh benda-benda jasmani. Lingkaran yang digambarkan
pada papan tulis lalu di hapus lagi, sama sekali tidak mempengaruhi ide
“lingkaran”. Tetapi Ide-ide mendasari dan menyebabkan benda-benda jasmani.
Hubungan
antara ide-ide dan realitas jasmani bersifat seperti yang ada di atas, sehingga
benda-benda jasmani tidak bisa tanpa pendasaran oleh Ide-ide itu. Plato
mengungkapkan hubungan itu dengan tiga cara:
a. Pertama-tama ia mengatakan bahwa Ide
itu hadir dalam benda-benda konkret. Tetapi dengan ide itu sendiri tidak
dikurangi sedikit pun juga.
b. Dengan cara lain, ia mengatakan
bahwa benda kongkret mengambil bagian ide. Dengan demikian Plato mengintroduksikan
“partisipasi” (metexis) ke dalam filsafat. Tiap-tiap benda jasmani
berpartisipasi pada satu atau beberapa ide. Kalau kita mengambil sebagai
contoh: satu bunga bagus, maka bunga itu mengambil bagian dalam ide “bunga”, ”bagus”
dan “satu”. Tetapi, partisipasi itu tidak mengurangi ide bersangkutan.
c. Plato mengatakan juga bahwa ide
merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda-benda konkrit. Benda-benda
konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yang menyerupai model tersebut.
Menurut
Plato seperti yang di atas bahwa hubungan antara kedua dunia itu adalah
demikian seperti yang diatas, yakni bahwa ide-ide dari dunia ide itu hadir
dalam benda yang kongkrit, contohnya ide manusia berada pada tiap manusia dan
sebagainya, dan sebaliknya benda-benda itu berpartisipasi dengan idea-ideanya,
artinya mengambil bagian ide-ideanya, bukan hanya dalam satu idea saja,
melainkan dapat juga lebih (umpamanya: bunga bagus, berpartisipasi dengan idea
bunga dan idea bagus). Dengan demikian idea-idea itu berfungsi sebagai model
atau contoh benda-benda yang kita amati di dalam dunia ini.
Menurut
Plato di dalam dunia ide tiada kejamakan, yakni berarti bahwa “ yang baik”
hanya lah satu saja, dan seterusnya, sehingga tiada bermacam-macam “ yang
baik”. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa dunia ide ini hanya terdapat satu
ide saja. Ada banyak ide. Oleh karena itu, dilihat dari segi lain harus juga di
katakan bahwa ada kejamakan, ada bermacam-macam ide seperi ide manusia,
binatang, dan lain-lainnya. Idea yang dihubung-hubungkan dengan idea yang lain
contohnya ide bunga yang dikaitkan dengan ide bagus, idea api dihubungkan
dengan ide panas, dan sebagainya. Hubungan antara kedua ini disebut koinonia (persekutuan).
Di dalam dunia ide itu juga ada hirarki, contohnya ide anjing termasuk ide
binatang menyusui, termasuk ide binatang, termasuk ide makhluk, dan seterusnya.
Segala ide itu jikalau disusun secara hirarkis memiliki ide “yang baik” sebagai
puncaknya yang menyinari segala ide. Plato sangat menganjurkan untuk tidak
menganggap dunia sebagai jahat. Dunia justru harus di atur oleh manusia.
B.
Ajaran
tentang Jiwa
Plato menganggap jiwa sebagai pusat atau inti sari
keperibadian manusia. Dalam anggapannya tentang jiwa, Plato tidak saja
dipengaruhi oleh socrates, tetapi juga oleh orfisme dan madzhab Pythagorean.
Dengn mempergunkan semua unsur itu, plato menciptakan suatu ajaran tentang jiwa
yang berhubungan erat dengan pendiriannya mengenai ide-ide.
1. Kebakaan jiwa
Plato meyakini dengan teguh bahwa jiwa manusia bersifat
baka. Keyakinan ini bersangkut paut dengan ajarannya tentang ide-ide. Dalam
dialog-dialognya plato sering kali merumuskan argumen-argumen yang mendukung
pendapat-pendapatnya tentang kebakaan jiwa. Salah satu argumennya adalah
kesamaan yang terdapat antara jiwa dan ide-ide.
Dalam dialog Phaidros terdapat argumen lain yang bermaksud
membuktikn kebakaan jiwa. Disini Plato menganggap jiwa sebagai prinsip yang
menggerakkan dirinya sendiri dan oleh karenya juga dapat menggerakan badan.
Plato tidak menjelaskan secara detail mengenai kebakaan jiwa. Dia hanya
memberikan mitos yang melukiskan nasib jiwa sesudah kematian badan.
2. Mengenal sama dengan mengingat
Bagi Plato jiwa itu bukan saja bersifat baka, dalam artian
bahwa jiwa tidak akan mati pada saat kematian badan, melainkan juga kekal,
karena sudah ada sebelum hidup di bumi ini. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa
sudah mengalami suatu Pra eksistensi, dimana ia memandang ide-ide. Plato
berpendapat bahwa pada ketika itu tidak semua jiwa melihat hal yang sama,
berdasarkan pendiriannya mengenai Pra Eksistensi jiwa, Plato merancang suatu
teori tentang pengenalan. Bagi Plato pengenalan pada pokoknya tidak lain dari
pada pengingatan akan ide-ide yang telah dilihat pada waktu Pra
Eksistensi itu.
3. Bagian-bagian jiwa
Jiwa terdiri dari 3 “bagian”. Kata “bagian” ini harus
dipahami sebagai “fungsi”, sebab Plato sama sekali tidak memaksudkan bahwa jiwa
mempunyai keluasan yang dapat dibagi-bagi. Pendirian Plato tentang tiga fungsi
jiwa tentu merupakan kemajuan besar dalam pandangan filsafat tentang manusia. Bagian
pertama ialah bagian rasional ( to logistikon ). Bagian kedua ialah “bagian
keberanian” (to thymoaeides). Dan bagian ketiga ialah “bagian keinginan” (to
epithymetikon). “ bagian keberanian “ dapat dibandingkan dengan kehendak,
sedangkan “ bagian keinginan” menunjukkan hawa nafsu.
Plato menghubungkan ketiga bagian jiwa masing-masing dengan
salah satu keutamaan tertentu. Bagian keinginan mempunyai pengendalian diri (
sophorosyne ) sebagai keutamaan khusus. Untuk “ bagian keberanian” keutamaan
yang spesifik (andreia). Dan “bagian rasional” dikaitkan dengan keutamaan
kebijaksanaan (phronesis atau sophia).
Dikatakan bahwa karena hukum lah sehingga jiwa di penjarakan
dalam tubuh. Secara mitologisnya kejadian ini diuraikan dengan pengibaratan
jiwa adalah laksana sebuah kereta yang bersais (fungsi rasional), yang di tarik
oleh dua kuda bersayap, yaitu kuda kebenaran, yang lari keatas, ke dunia ide,
dan kuda keinginan atau nafsu, yang lari ke bawah, ke dunia gejala. Dalam
tarik-menarik itu akhirnya nafsu lah yang menang, sehingga kereta itu jatuh ke
dunia gejala dan dipenjarakanlah jiwa.
Agar supaya jiwa dapat dilepaskan dari penjaranya, orang
harus mendapatkan pengetahuan, yang menjadikan orang dapat melihat ide-ide,
melihat ke atas. Jiwa yang di dalam ini berusaha mendapatkan pengetahuan itu
kelak setelah orang mati, jiwa akan menikmati kebahagiaan melihat ide-ide,
seperti yang telah dia alami sebelum dipenjarakan di dalam tubuh. Menurut Plato
bahwa ada praeksistensi jiwa dan jiwa tidak dapat mati. Hidup di dunia bersifat
sementara saja, sekali pun demikian manusia begitu terpikat kepada dunia
gejala yang dapat diamati, sehingga sukar baginya untuk naik ke dunia ide.
Hanya orang yang benar-benar mau mengerahkan segala tenaganyalah yang akan
berhasil. Dalam kenyataan hanya sedikit orang yang berhasil, karena masyarakat
di sekitarnya tidak dapat mengerti perbuatan orang bijak yang mencari kebenaran
dan berusaha keras untuk menahan orang bijak di dunia gejala ini.
Dengan kenyataan masyarakat yang seperti itu maka Plato
menguraikannya dalam sebuah mite, yaitu mite gua. Manusia dilukiskan sebagi
orang-orang tawanan yang berderet di belenggu di tengah-tengah sebuah gua,
dengan muka yang dihadapkan ke dinding gua, membelakangi lobang gua. Di
belakang tawanan itu ada api unggun. Di antara api unggun dan para tawanan itu
ada banyak budak yang lalu lalang kesana kemari sambil memikul beban yang
berat. Bayangan mereka tampak pada dinding yang dilihat para tawanan tadi. Oleh
karena para tawanan hidupnya hanya melihat bayangan yang ada pada dinding gua
itu saja, maka mengira bahwa itu lah kenyataan hidup. Ketika seorang di
lepaskan dari belenggunya dan diperkenankan melihat ke belakang, bahkan di luar
gua, ia tahu, bahwa yang selam ini dilihat hanyalah bayangan di luar gua, bukan
kenyataan hidup, dan bahwa kenyataan hidup jauh lebih indah daripada bayangan
itu. Ia kembali menceritakan hal itu kepada teman-temannya para tawanan, akan
tetapi mereka tidak mau mendengarkannya, bahkan orang itu di bunuhnya.
C.
Ajaran
tentang Negara
Dikatakan dalam buku-buku yang menjelaskan tentang Plato,
sebagian besar membahas tentang pemikiran-pemikiran Plato dibandingkan
sejarah beliau. Disamping Plato menjelaskan tentang ajaran-ajaran tentang ide
dan jiwa, namun Plato juga mengeluarkan pemikiran yang berkaitan dengan ketata
negaraan. Plato membahas tentang sebuah negara yang ideal yakni disebutkan
bahwa puncak pemikiran Plato adalah pemikiran tentang negara, yang
tertera dalam bukunya polites dan nomoi. Pemikirannya tentang negara ini adalah
untuk upaya memperbaiki keadaan negara yang telah rusak dan buruk.
Di athena pada waktu itu memiliki suatu sistem negara yang
buruk menurut Plato, sehingga mendorong beliau untuk membuat suatu konsep yang
bisa memperbaiki konsep negara yang buruk itu. Konsepnya tentang negara yang
dikeluarkan oleh Plato yakni konsep negara yang di dalamnya terkait etika dan
teorinya tentang negara yang ideal. Konsep etika yang dikemukakan oleh Plato
seperti halnya konsep etika yang dikeluarkan socrates gurunya sendiri, yakni tujuan
hidup manusia adalah hidup yang baik (eudamonia atau well-being). Akan tetapi
untuk hidup yang baik tidak mungkin dilakukan tanpa di dalam negara. Alasannya,
karena manusia mempunyai kodrat yakni makhluk yang sosial dan di dalam polis
(negara). Sehingga untuk mendapatkan hidup yang baik harus di dalam
negara yang baik. Dan sebaliknya, negara yang jelek atau buruk tidak mungkin
menjadikan para warganya hidup dengan baik.
Menurut Plato, untuk membangun sebuah negara yang ideal
diperlukan sebuah konsep tentang negara yang baik. Menurutnya, negara yang
ideal harus terdapat tiga golongan yang menjadi bagian terpenting dalam sebuah
negara yakni:
1. Golongan yang tertinggi, terdiri
dari orang-orang yang memerintah yakni seorang filosof.
2. Golongan pelengkap atau menengah
yakni yang terdiri dari para prajurit, yang bertugas untuk menjaga keamanan
negaradan menjaga ketaatan para warganya.
3. Golongan terendah atau golongan
rakyat biasa, yakni yang terdiri para petani, pedagang, tukang, yang bertugas
untuk memikul ekonomi negara.
Plato
menganalogikan sebuah negara yang dibangun dengan cara persis dengan tubuh
manusia yang terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut, sedangkan
negara mempunyai pemimpin, pembantu atau pelengkap, dan pekerja. Sebagaimana
manusia yang hidup sehat dan selaras mempertahankan keseimbangan dan kesederhaan,
begitu pun pada negara yang baik, yang ditandai dengan adanya kesadaran setiap
orang akan tempat mereka masing-masing.
Menurut
Plato terciptanya negara yang baik tergantung pada siapa yang memerintah, jika
akal yang memerintah sebagaimana kepala mengatur tubuh, maka filosoflah yang
harus mengatur masyarakat, sehingga dia mengatakan bahwa negara yang baik tidak
akan pernah ada apabila filosof belum menjadi pemimpin di negara tersebut.
Sebuah
negara haruslah memiliki bentuk pemrintahan yang sesuai dengan keadaan yang
nyata. Apabila sebuah negara telah mempunyai undang-undang dasar, maka bentuk
pemerintahan yang tepat adalah monarki. Yang terburuk adalah bentuk
pemerintahan demokrasi. Sedangkan apabila suatu negara yang belum mempunyai
undang-undang dasar, maka bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah
demokrasi, dan yang paling buruk adalah monarki, konsep tentang negara ini
tertera dalam politeia (tata negara).
Daftar Pustaka:
K.
Bertens “sejarah filsafat Yunani”, Yogyakarta: KANISIUS,1999
Hendrik
jan papar. Pengantar Filsafat, Yoyakarta: KANISIUS, 1996
Gaarder
Jostein. Dunia sophie, Bandung: PT Mizan purtaka, 2012
Lavine.
Petualangan filsafat dari socrates ke Sartre.Yogyakarta: penerbit
Jendela, 2002
Russell
Bertrand. Sejarah filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Achmadi
Asmoro. Filsafat umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003
Hadiwijono
Harun “sari sejarah filsafat barat” Yogyakarta, KANISIUS,1980
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bertens, K. 1997. Sejarah Filsafat
Yunani.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Referensi:
Referensi:
No comments:
Post a Comment